Genre: General
Character: Harry Potter dan Ginny Weasley
Setting: Koridor di kastil Hogwarts
Inspired by: Insiden cokelat Paskah di Harry Potter and the Order of the
Phoenix
Suasana tenang di perpustakaan pecah oleh
teriakan Madam Pince yang memergoki Harry dan Ginny sedang makan cokelat di
sudut ruangan. Buku-buku, tas, dan botol tinta milik Harry masih saja
menghantam kepala keduanya saat keluar dari perpustakaan. Sihir Madam Pince itu
baru berhenti saat mereka berbelok ke koridor menuju Menara Gryffindor. Tas
sekolah Harry dan segala isinya langsung berjatuhan ke lantai dengan suara
nyaring. Untung saat itu koridor sepi sehingga mereka tak menjadi perhatian
banyak orang.
”Ampun deh. Aku benar-benar lupa kalau kita
tak boleh membawa makanan ke perpustakaan!” Ginny nyengir sambil menunjukkan
bungkusan cokelat paskah yang masih sempat diselamatkannya dari Madam Pince.
Harry ikut tertawa karenanya. Suasana hatinya yang
buruk seharian tadi sekarang sudah membaik walaupun harus diakuinya kepalanya
agak sakit dihantam segala macam isi tas sekolahnya.
”Yeah, baru kali ini aku nekat makan di
perpustakaan.” Harry mengambil sisa cokelatnya dari tangan Ginny dan
memasukkannya ke saku jubahnya.
”Aku senang kau bisa tertawa lagi, Harry.” Ginny
menatap Harry dengan pandangan lega. Entah karena tatapan mata cokelat Ginny
yang menenangkan atau apa, mendadak Harry menjadi salah tingkah. Dia buru-buru
berjongkok untuk memunguti barang-barangnya yang berjatuhan tadi.
Saat itulah Ginny mendekat ke arah Harry. Harry yang merasa Ginny bergerak
ke arahnya berusaha menghindar dengan mengambil buku yang berada paling jauh
dari jangkauannya. Namun Ginny tetap mengikutinya. Begitu pula saat dia meraih
botol tintanya yang terpental dan menabrak tembok koridor saat jatuh tadi.
Botol tinta itu sedikit terbuka dan isinya sudah berkurang setengahnya. Ginny
lagi-lagi menutup gerak langkahnya.
”Er, ada apa, Ginny?” tanya Harry sambil mendongak
dari tempatnya berjongkok. Wajah Ginny sangat dekat karena gadis itu
mencondongkan tubuhnya ke arah Harry dengan penuh konsentrasi. Harry bahkan
dapat melihat bintik-bintik di wajahnya dengan sangat jelas.
”Berbaliklah sebentar, Harry,” pinta Ginny tegas
dan langsung dipatuhi Harry yang bertanya-tanya mengapa Ginny terlihat sangat
serius.
”Rambutmu kotor kena tinta, Harry.”
Harry meraba bagian belakang kepalanya dan langsung
saja telapak tangannya basah oleh cairan hitam.
”Oh, great!” keluhnya sambil meraih ke dalam
saku jubahnya, namun Ginny menegurnya. ”Biar aku saja.”
Harry mengira Ginny akan mengeluarkan tongkatnya,
namun dia salah. Gadis itu malah mengeluarkan saputangan untuk membersihkan
rambut Harry yang sekarang tambah hitam legam terkena tumpahan tinta dari botol
yang tidak tertutup rapat tadi.
“Ah, er, biar kubersihkan sendiri, Ginny,” Harry
mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan Ginny namun gadis itu
menahannya
”Tenanglah, Harry.” Ginny mulai menekan-nekan
lembut belakang kepala Harry. ”Aku sedang bereksperimen,” bisiknya kemudian.
Harry mengernyit. Eksperimen apa? Pikirnya heran,
namun dia mendiamkan saja tindakan Ginny yang sekarang malah semakin membungkuk
ke atas kepala Harry karena tinta yang sudah mulai mengering tersebut ternyata
juga mengotori bagian atas kepalanya.
Harry sendiri merasa canggung dengan keadaaan
mereka saat ini. Dia berjongkok dengan Ginny membungkuk di atasnya dan sebelah
tangannya tak bergerak di salah satu sisi kepalanya. Rasanya mereka berdua
terlalu dekat karena dia bisa merasakan beberapa helai rambut merah Ginny
menyapu pipinya dari belakang kepalanya. Posisi mereka saat ini terasa
terlalu...akrab?
Harry berusaha menepiskan pikiran konyol itu dengan
menghirup udara lebih keras. Namun yang terjadi adalah dia mencium wangi bunga
dari atas kepalanya. Well, okey, ini bukan kondisi yang menguntungkan, pikirnya
kemudian. Harry hendak menarik tangannya namun mengurungkan niatnya. Dia tak
ingin merusak suasana damai tersebut. Err, suasana damai? Apa yang
dipikirkannya saat ini? Harry terkesiap.
“Nah, sudah lumayan bersih sekarang,” ucap Ginny
puas. ”Ternyata pembersihan dengan cara muggle ini cukup berhasil juga,”
ucapnya sambil nyengir.
Perlahan dilepaskannya tangan Harry yang langsung
merebut saputangan dari tangannya.
”Err, terimakasih, Ginny. Biar kubersihkan dulu
saputanganmu.”
Harry segera berdiri dan berbalik menghadap Ginny.
Sebuah kesalahan besar karena saat itu dia berhadapan langsung dengan wajah
Ginny yang terdiam karena terkejut melihat kecepatan Harry merebut
saputangannya. Beberapa detik kembali berlalu dalam diam.
Harry merasa tenggelam dalam tatapan sepasang mata
cokelat hangat di hadapannya itu. Entah apa yang terjadi kemudian karena
mendadak pandangannya berkabut. Kacamatanya buram. Wajah Ginny sekarang tinggal
beberapa senti saja dari wajah Harry....
”Er, Harry?” panggil Ginny pelan.
”Hah?” Harry tampak tak sadar. Ginny melihat ke
sisi kiri mereka, ke arah ujung koridor.
”Aku rasa kita dalam masalah.”
”Masalah?”
”Er, Mrs Norris sedang mengawasi kita.”
”Mrs Norris mengawasi kita?” Harry kembali
membeo.
”Aku rasa Filch sedang menuju kemari.”
“Filch sedang menuju...” Mendadak Harry tersadar
”Mr Flich sedang menuju kemari?!” Harry terkejut dan segera mengawasi sekitar
mereka. Terlihat olehnya kucing gemuk kesayangan Mr Filch tengah menatap tajam
ke arah mereka dan sisi kiri koridor terdengar suara langkah Filch, penjaga
sekolah Hogwarts yang sedang berpatroli.
”Apa yang kau temukan, Mrs Norris?” Penjaga sekolah
itu semakin mendekat. ”Apakah ada anak nakal yang berkeliaran yang harus
dihukum?”
”Oh, tidak!”
Segera saja Harry menarik lengan Ginny dan berlari
meninggalkan koridor tersebut ke arah Menara Gryffindor. Dimasukkannya
saputangan Ginny ke saku jubahnya sambil berusaha menahan guncangan tas yang
tak tertutup dengan baik di sebelah bahunya agar isinya tak terburai keluar.
Sebelah tangan Harry yang lain menggandeng tangan gadis itu dengan erat, membuatnya
tersaruk-saruk mengikuti langkah Harry. Untunglah Mrs Norris tidak mengikuti
mereka dan Filch tak terlihat lagi saat mereka berbelok ke koridor depan asrama
Gryffindor.
”Dilligrout!” seru Harry begitu mereka
sampai di depan lukisan Nyonya Gemuk yang tampak sudah mengatuk.
”Oh, baiklah.” Seketika Nyonya Gemuk terbangun
dengan kesal dan membantingkan daun pintu ke depan sehingga Harry dan Ginny
bisa masuk ke ruang rekreasi. Tak ada orang di ruangan tersebut. Rupanya mereka
sudah kemalaman sehingga hampir semua anak sudah masuk ke dalam kamar mereka.
”Untunglah kita tidak tertangkap oleh Filch.” Ginny
berseru lega. Wajahnya memerah dan nafasnya masih agak terengah-engah karena
berlari di sepanjang koridor.
”Oh, yeah. Kita beruntung malam ini.” Harry ikut
menghela nafas lega. Di turunkannya tas sekolah dari bahunya. Saat itulah dia
menyadari dimana sebelah tangannya yang lain. Buru-buru dilepaskannya
pegangannya ke tangan Ginny.
”Ah, maaf, Ginny.” ucap Harry cepat.
”Oh, tidak perlu, Harry. Aku yang seharusnya minta
maaf atas malam yang tidak tenang ini. Gara-gara cokelat dari Mum...,”
”Tak apa, Ginny. Aku malah merasa ini malam yang
menyenangkan,” potong Harry cepat. ”Sampaikan terimakasihku kepada Mrs Weasley
karena cokelatnya enak sekali.”
”Yeah, akan kusampaikan ke Mum, Harry.”
”Err, selamat malam, Harry” Ginny melangkah menuju
ke asrama puteri Gryffindor.
”Malam, Ginny,”
Harry mengawasi kepergian Ginny sampai gadis itu
menghilang di tangga melingkar asrama puteri dan dia sendiri beranjak ke
kamarnya. Begitu sampai di kamar, dilihatnya Ron sudah tertidur pulas.
Sepertinya dia kelelahan karena latihan Quidditch.
Sambil melepas jubah untuk berganti piama, Harry
meraih tongkat di saku jubahnya. Saat itulah tangan Harry meraba benda lain di
dalamnya. Diambilnya sisa cokelat paskah dan saputangan bernoda tinta yang
mulai mengering itu. Harry tersenyum mengingat upaya Ginny bereksperimen untuk
membersihkan noda dengan cara muggle. Gadis itu sudah mulai tertular hobi Mr
Weasley rupanya. Diarahkannya tongkatnya ke saputangan tersebut. ”Tergeo.”
Saputangan itu langsung bersih tak ternoda. Harry melipat dan meletakkannya ke
atas nakas bersama tongkat dan cokelat tadi lalu merebahkan diri di tempat
tidur.
Dipandanginya sekilas saputangan dan cokelat yang
sudah termakan separuh itu. Sungguh malam yang tak terduga, batinnya. Dengan
sebungkus cokelat paskah dan sepasang mata cokelat menenangkan itu Harry merasa
segala bebannya hilang. Harry menghela nafas, memejamkan mata, dan tak lama dia
jatuh tertidur. Malam itu Harry tidur nyenyak tanpa gangguan mimpi sedikitpun.
***
Written by: Daneeollie@2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar