Melalui Perapian
translated by: Daneeollie
translated by: Daneeollie
Sirius Black membalik telur terakhir ke piring berisi buncis dan
sosis dan dengan satu jentikan dari tongkat sihirnya, mengirimnya ke atas
meja. Piring tersebut mendarat tepat di depan Remus Lupin yang masih mengantuk,
dimana piring itu berputar-putar setidaknya setengah lusin kali sebelum berhenti
dengan mengesankan.
"Ta da. Makanlah, Moony! Aku akan mengambil
koran –"
Remus membuka mulut untuk menjawab, tetapi Sirius sudah
membersihkan dapur dalam sekejap dan menghambur keluar ke hangatnya udara bulan Juni.
“Kamu dapat memantrai koran itu, kau tahu,” ucap Remus dengan suara serak,
sambil mendorong telur tadi ke tengah meja, dimana dia tidak harus mencium
aromanya. Dia belum terbangun sepenuhnya untuk menghadapi perubahan ini.
Sirius sudah kembali. Sebenarnya, Remus pikir temannya itu
hiperaktif-dia melemparkan koran ke udara dan memantrainya dengan cepat, membuatnya mengepakkan halaman seperti
burung di atas meja. Koran tadi mendarat tepat di sebelah piring sarapan dan berkokok keras
sekali sebelum akhirnya terdiam. Remus mengerang.
“Tolong,” gumamnya, “Cukup untuk kehebohan di pagi buta.” Tetapi Remus tidak
bersungguh-sungguh. Dia tahu mengapa sahabatnya itu gembira. Dan saat dia benar-benar terjaga,
dia akan bergabung dengan kegilaan Sirius.
Sirius tidak
tersinggung sedikitpun-dia tertawa dan melahap sebuah sosis utuh dengan cengiran
lebar.
"Aku pria
bebas, Moony," ucapnya berseri-seri ketika dia menelan. Remus tidak tahan
untuk nyengir, tampak selelah yang dia rasakan. Kebebasan Sirius hampir berarti
segalanya sama seperti yang dirasakannya untuk Sirius. Seorang pria bebas
dengan seorang anak wali. Dan ini musim panas. Dan perang berdarah itu
sudah berakhir– " Sirius menyeringai dan mulai memutar kepalanya dengan
liar. "Dan ‘Oh, tuhan, bukankah bagus untuk
bebas- di dunia dimana kutukan dapat mengambil kebebasanku-u-u…."
Remus menatap Sirius, terlihat setengah senang dan
setengah khawatir. “Kau bernyanyi.”
“Ya, tentu saja ‘Oh,
oh, oh’..." tetap sambil memutar kepala dan menggumamkan nyanyian,
Sirius mengangkat tongkat sihirnya untuk membuat kopi.
“Apa itu? Itu sangat buruk. Itu bukan musik.”
“Biasakanlah, Kau Orang Tua, itu lagu The Weird
Sister. Mereka sedang terkenal.” Sirius nyengir. “Sebaiknya kita bersiap. Saat
ini kita sedang menunggu kedatangan para remaja.” Dia melompat
untuk duduk di samping meja kopi yang merebus sendiri, dan Sirius nyengir ke
arah pintu dapur, melewati Remus yang masih duduk di kursinya, terihat senang.
“Ya. Kamu harus bisa bergaul dengan mereka dengan baik.”
”Kamu hanya cemburu karena kamu buta nada. Ayo, akuilah.”
“Ah.” Remus mengangguk. “Well, selain kemampuan musikmu, Padfoot, Kamu
benar-benar tidak siap untuk menyambut Harry di sini. Aku menyadari bahwa bahwa tidak
seperti kalau kita punya cukup waktu untuk memikirkannya dalam
seminggu, tetapi ada beberapa hal yang harus-”
“Tidak siap! Aku telah siap dan berharap untuk hidup
bersama Harry sejak dia berumur satu tahun, dan aku harus menunggu lama untuk
mewujudkannya.” Perlahan senyuman di wajah Sirius menghilang dan kedua matanya
kehilangan gairah. “Aku harus mengatakan bahwa itu waktu yang sudah sangat
cukup untuk bersiap-siap.”
Remus menggelengkan kepala untuk meminta maaf dan
mengangkat kedua tangannya-ini bukan saatnya untuk berpikir ulang. Terus maju,
dia mengingatkan dirinya. Itulah yang telah mereka ikrarkan untuk mencoba.
Harry akan datang dan dia berhak untuk melangkah maju setelah segala hal yang terjadi,
yang pasti akan terasa berat dengan Sirius yang periang menjadi pemarah pada hari pertama
kedatangannya. Dia harus tenang dan kembali fokus dalam pembicaraan.
“Bukan itu maksudku, Padfoot. Maksudku rumah ini.
Tempat tidur, persediaan makanan –"
“Kita punya banyak tempat tidur. Apa yang kau bicarakan?”
“Seprai, bantal – syukurlah orangtuaku selalu memastikan segalanya
dipelihara dengan baik. Kita punya banyak banyak piring dan perlengkapan perak,
dan mereka punya kucing jadi kotak kotoran harus disediakan di suatu tempat
untuk Crookshanks – tetapi kita tidak punya banyak handuk di tempat ini untuk
enam orang, jadi–"
"Fuss, fuss, fuss." Sirius, terlihat kembali ceria,
menuang segelas kopi dan melangkah ke sudut kecil ruang makan dan duduk di
seberang meja Remus. “Apa kau pikri mereka akan peduli dengan semuanya? Handuk
dan seprai? Mereka hanya para remaja.”
Remus menaikan alisnya ke arah Sirius yang terus
mengamatinya dengan takjub. Bagaimana mungkin seseorang bisa sangat dewasa
dan bersikap seperti anak-anak sungguh dalam waktu yang sama, sungguh di luar
nalarnya. “Ini yang akan kukatakan. Gadis-gadis akan peduli dengan handuk bersih.
Hewan-hewan harus diurus-tempat ini akan menjadi sebuah kebun binatang dengan keberadaan
burung hantu dan seekor kucing. Dan jika kamu tidak punya cukup makanan di
rumah ini, kamu punya dua orang remaja berusia tujuh belas tahuh yang sedang resah untuk kau
urus dalam waktu-" Remus melihat ke jam tangannya. "Empat jam."
“Cukup banyak waktu!” Sirius bersandar dan merenggangkan
kakinya. “Dan Ron berusia delapan belas tahun, kurasa. Delapan belastahun.” Dia
terdiam dan menggelengkan kepala. Kedua mata biru pucatnya berkilau dengan
kenangan. “Ingat saat kita berusia delapan belas tahun?”
Remus tersenyum. Sirius meringis. Mereka ingat usia delapan
belas tahun mereka dengan sangat-sangat baik. Dan tidak ada bedanya untuk
mengingat masa lalu. Hal itu sangat diperbolehkan.
“Kita tinggal di rumah dengan tiga tempat tidur-“
”Ho - ingat dengan perapian?”
”Bagaimana bisa aku melupakannya?”
“Tampat kecil sialan, aku rasa aku masih punya memar-memar itu.”
”James menyukainya-well, itu terkait dengan banyaknya
lukisan Lily di sana.”
”Oh, tidak. Itu semuanya sanjungan-dia hanya ingin
mendapatkan Lily dan James pikir dia akan tesanjung dengan hal itu.”
"Sirius!"
“Oh, ayolah, kamu tahu itu. Tetapi Lily
bukan orang bodoh. Dia tidak akan membiarkan James masuk ke kamarnya.”
“Well, ya. itu membuatnya menjadi lebih gila.”
“Tentu saja.” Sirius mendesah. “Aku tidak percaya
Harry akan datang kemari.”
Remus mengangguk. “Aku tidak percaya bagaimana
melihat wajahnya akan terasa seperti…”
“Memiliki Prong kembali. Aku tahu.”
“Kau pikir kau tahu, tetapi tunggu. Kau mengenal Harry
dalam perang, krisis- tetapi pada tahun aku mengajarnya, aku bersumpah
padamu, aku harus mengingatkan diriku sendiri siapa sebenarnya dia. Itu terasa
aneh.”
“Tuhan, aku harap juga begitu.”
Mereka terdiam beberapa saat. Sirius beranjak ke dapur,
menuang secangkir kopi kedua untuk dirinya dan kembali ke ruang makan. Ketika
dia duduk dia mengernyit dan menunjuk ke jendela.
“Siapa orang itu, di sana?”
Remus melihat ke arah yang ditunjuk Sirius dan mengintip
ke jendela pondok di depan, di seberang jalan kecil, dimana sebuah rumah
abu-abu besar berdiri dengan megah di belakang halaman rumput yang terawat,
membuat semua pondok lain di jalan sekitarnya terlihat menyedihkan. Di balkon
atas bangunan megah itu tampak seorang pria sedang membaca koran.
"Martin Lewis," jawab Remus.
"Kau kenal dia?"
"Well, keluarganya selalu berada di sana, tetapi
kami tidak melihatnya di sekolah beberapa waktu lalu – dia berbeda
usia sekitar satu dekade dengan kita."
"Ah." Sirius menatap muram ke kopinya. Remus
tahu ada sesuatu mengenai hal itu.
"Kenapa kau menanyakannya?"
Sirius menggelengkan kepalanya. “Tidak ada apa-apa. Aku
seharusnya tidak mengharapkannya.”
“Apa?” Remus tidak akan akan berhenti menanyakannya,
tidak ketika hal itu membuat Sirius terlihat lemah begitu cepat.
Sirius mendesah dan menatap lebih dalam kopinya di
tangnnya. “Ini sejujurnya bukan apa-apa, Moony. Hanya saat aku mengucapkan salam
padanya saat berada di luar, ketika aku mengambil koran.” Matanya tampak
berkabut.
"Dan?”
“Dia berlari masuk ke dalam rumah.”
Remus meraihkan tangannya ke seberang meja secara
naluriah, tetapi sirius menepisnya.
“Tidak, aku seharusnya tidak menghiraukannya.” Dia
tertawa. “Walaupun kamu pikir sejak aku dibebaskan oleh Kementerian,
orang-orang tidak akan begitu ketakutan.”
"Sirius..."
"Maksudku, jika aku membunuh seorang pengkhianat, bukankah
aku membawa kepalanya sekarang?” Sirius menatap ke luar jendela dengan pahit.
“Aku telah keluar selama sembilan bulan. Aku telah hidup di sini sepanjang
waktu.”
“Dia pernah melarikan diri darimu sebelumnya, betul kan?”
Sirius tidak menjawabnya, tetapi Remus tahu hal tersebut terjadi dan hatinya
terasa sakit. “Kau tidak memberitahu aku.”
“Well, ada banyak waktu untuk bergosip, betul kan?
Omong-omong apa intinya?”
“Aku harus mengatakan untuk tidak memikirkannya, Sirius. Dia
melakukan hal yang sama padaku.”
Sirius melihat ke arah Remus dengan terkejut. ”Maksudmu
dia tahu tentangmu?”
Remus tersenyum miring. ”Sepertinya, ya, dia tahu. Aku
tidak yakin bagaimana caranya, tetapi orang-orang mengetahui hal tersebut, dan
apakah sebenarnya kamu berbahaya atau tidak, tampaknya hal itu tidak masalah.
Kebanyakan orang hidup dalam ketakutan dengan mengabaikan kebenaran.”
Sirius tertawa pedih. “Kita telah memenangkan sebuah
pertarungan, dan orang-orang masih bertingkah sama persis seperti sebelumnya.
Aku tidak percaya. Kukatakan apdamu, Moony, ini membuatku ingin…” Sirius
menghentikan ucapannya, menenggak satu tegukan besar kopi dan mendesah. Suaranya
terasa getir sekarang; ini terasa seperti di Azkaban, dan Remus tersentak mendengarnya. Dia sudah tahu
bahwa perasaan baru yang membutakan Sirius akan datang dan pergi. Selebihnya,
ada begitu sedikit kegembiraan unyuk dirayakan dalam waktu lama. Bahkan jika
kegembiraan itu mendatangi mereka, sejarah tidak akan dapat diganti. Segala
yang dapat mereka lalukan adalah mencoba melewatinya, mencoba untuk
menyelamatkan apa yang tertinggal.
”Lidahku terbakar,” gumam Sirius, menatap ke cangkirnya.
Remus tahu isyarat tersebut. Ini adalah kesempatan yang
tepat untuk mengubah arah pembicaraan. ”Kamu harus berhati-hati unutk tidak
menyumpah,” ucapnya ringan. ”Kamu harus menjadi contoh yang baik.”
Seperti tertembak kepalanya, Sirius kembali
tegak dan dia mengangkat wajahnya. ”Apa, di depan para remaja? Seperti Harry dan
Ron tidak pernah mendengar sumpah serapah saja.”
“Itu adalah pelanggaranmu yang paling buruk.”
Sirius
meringis lebar. “Benar.”
“Dalam hal ini Hal ini Ron dan Harry tidak
datang sendiri.”
“Oh,
apa? Aku harus menjaga mulutku di depan si kecil Ginny?”
Remus
tertawa. “Tidak, dia mungkin lebih buruk daripada drimu. Aku harus memintanya
tenang di kelas Pertahanan Ilmu Hitam. Dia tidak bisa membuat seorang darwis1
berhenti berputar dan dia meneriakkan kata yang terdengar seperti
’sialan’”
“Di kelas?” Sirius tampak tertarik
“Di tahun keduanya.”
“Aku menyukainya.” Sirius menaikkan alisnya. “Jadi
Hermione-lah yang kita khawatirkan. Baiklah, aku akan menjaga lidahku jika aku
bisa, walaupun dari yang pernah ktia denar dari mulut Ron, gadis itu sudah
terbiasa.”
“Ya, baiklah.” Remus tersenyum, seperti sesuatu telah
menyembuhkannya. “Oh ya, aku harus bertanya padamu, apakah kamu sudah
mengatakan kepada mereka tentang pembagian kamar?”
Senyum Sirius menghilang. Dia meringis dengan licik. “Aku
berkata bahwa mereka berdua harus berbagi kamar masing-masing.”
“Ya, tetapi apakah kamu menjelaskan dua orang yang mana
untuk setiap kamar?”
“Aku membiarkan mereka memngira-ngira hal satu itu. Aku yakin
mereka sudah cukup umur untuk menentukannya.”
“Kamu tidak bermaksud mempertimbangkan…”
“Ya, aku sudah mempertimbangknnya.”
“Jelas tidak boleh. Kita tidak bisa. Keluarga Weasley
akan membunuh kita, Padfoot.”
“Ah, Moony. Aku kira kamu ingat saat kita berusia delapan
belas tahun kita.”
Sirius beranjak berdiri dan menutup matanya tampak sedang
mengingat-ingat sesuatu.
Remus menatap tidak setuju dengan pemikiran Sirius,
meraih koran dari meja, dan mulai membaca berita di dunia sihir.
"HALO! HALO? APAKAH KALIAN BERDUA ADA DI RUMAH?
SIRIUS? REMUS?"
Sebuah suara terdengar dari arah ruang keluarga – keras, mendesak, dan mengejutkan. Pertama
kali mendengarnya, baik Sirius maupun Remus and Remus langsung berjongkok di
lantai dan secara insting mengambil tongkat mereka. Remus menahan nafas dan
jantungnya berdetak kencang. Di sebelahnya, dia dapat mendengar Sirus tercekat
juga.
Butuh beberapa saat bagi mereka untuk mengingat bahwa
para Pelahap Maut sudah kalah. Mereka saling memandang di bawah meja,
menggelengkan kepala dan menghembuskan nafas lega.
Masih terkejut, Remus membenci dirinya sendiri.
Mengira-ngira berapa lama dia akan selalu bereaksi seperti itu kepada setiap
tamu yang datang. Dia berdiri, membersihkan jubahnya yang terkena debu, dan
berjalan melalui koridor menuju ke ruangan dimana perapian terbesar berada. Di
dalamnya, di antara lidah api, sebuah kepala yang tidak asing muncul dengan
tiba-tiba.
"JIKA KALIAN BERDUA ADA DI RUMAH, AKU INGIN
BICARA PADA KALIAN, INI ARTHUR- Oh, remus, kamu di rumah.”
Arthur Weasley tersenyum dari dalam api, tetapi itu
tidak menghilangkan kelelahan di matanya. Dia terlihat lebih tua sepuluh tahun
dalam waktu tiga terakhir, dan itu terlihat di setiap garis wajahnya. Rambut
merah di kepalanya mulai beruban.
“Halo, Arthur. Kamu sedikit mengejutkan kami. Aku
ketakutan.”
Arthur mengangguk. Dia mengerti. ”Seharusnya aku tidak
membabi buta seperti itu, tetapi ini darurat. Apakah kau sudah melihat koran?”
”Aku sedang berniat membacanya. Belum, kenapa, apa
yang sudah terjadi?”
“Apakah Sirius ada? Aku lebih suka memberitahu kalian
secara bersamaan.”
“Aku di sini.” Sirius terlihat sudah mengendalikan diri.
Dia memasuki ruangan dan membungkukkan badan di depan perapian. “ Ada apa,
Arthur?”
“Kamu tidak akan menyukainya, Sirius. Ini tentang para Dementor.” Arthur tampak muram. Tidak
ada yang suka membicarakan tentang Dementor kepada Sirius; kesedihan segera
terlihat di matanya. Remus menatap wajah
Sirius yang terlihat sekeras batu saat melibatkan diri dalam percakapan
tersebut.
“Tidak apa-apa,” kata Sirius kemudian, walaupun Remus
tahu itu dusta. “Ada apa dengan para Dementor?”
Arthur mendesah dan menggeleng-gelengkan kepalanya
perlahan-lahan di perapian.
“Kita punya banyak waktu menjaga mereka di Azkaban. Aku
kira kita telah melakukan yang terbaik minggu ini dengan memasukkan para
Pelahap Maut kembali ke penjara, tetapi ini tidak akan berjalan dengan baik
jika kita tidak punya penjaga, bukankah begitu?”
“Kenapa? Bukankan para Dementor menjaga pulau?” Remus
seketika bertanya, perasaannya tidak enak. Sejak peperangan terjadi di Hogwarts
seminggu yang lalu, sudah menjadi tugas Ordo Phoenix untuk menelusuri keberadaan
para pendukung Voldermort dan meyakinkan kalau mereka tidak akan menyebabkan kerusakan
lebih lanjut. Semua orang selalu teringat dengan apa yang sudah terjadi kepada
keluarga Longbottom terakhir kali. Hanya saat segalanya terlihat aman, para
pendukung Voldermort menyerang dengan brutal.
“Para Dementor tidak akan duduk diam,” Arthur
menginformasikan, dan suaranya terdengar stabil, matanya terlihat waspada.
“Mereka berusaha untuk keluar dari pulau. Pikiran untuk bebas seperti saat bergabung dalam Tentara
Kegelapan telah merasuk ke kepala. Mereka mendapat dukungan untuk melakukan Kecupan secara
acak sekian lama, kalau sekarang…”
“Jangan katakan padaku.” Wajah Sirius terlihat memutih.
“Tidak-mereka tidak melakukan kerusakan kepada siapapun
yang tidak bersalah. Belum. Tetapi ada kekhawatiran yang sangat besar.
Jika mereka tidak tinggal di pulau, tidak akan berguna untuk menahan mereka
dari jalan. Aku tidak tahu bagaimana mereka berharap untuk membangun kembali
Azkaban jika para Dementor tidak mau menanganinya lagi.”
“Remus mendekat di belakang Sirius dan menepuk pelan
pundaknya. “Dimana para Pelahap Maut saat ini?”
Arthur menggeretakkan giginya. “Mad Eye sudah
menanganinya. Mereka tidak akan pergi kemana-mana saat ini. Tetapi dia tidak
bisa melakukan apa-apa lagi, dan tidak ada cukup banyak Auror lagi untuk
membantunya-“ Arthur berhenti dan menggelengkan kepalanya lagi.
“Bagaimana denganmu, Arthur?” tanya Remus perlahan.
Kepala di perapian itu tertawa aneh. “Seperti
dalam situasi seperti ini. Aku mendapat bantuan. Fletcher menangani M.L.E.S.,
Mad Eye menangani Auror, Diggory di sini dan keluarga Patil… dan beberapa
lainnya juga kembali…” Arthur mendesah berat. “Tetapi aku mendapat dua masalah.
Pertama, aku tidak ingin Dementor mendekati siapapun - Aku tidak mempercayai mereka dekat dengan
para narapidana. Tidak setiap orang di Azkaban layak untuk berada di sana dan
aku tidak ingin mereka semua mendapat kecupan saat kami belum mendapatkan
petunjuk siapa yang benar-benar bersalah. Mereka menyerahkan semuanya kepada
kami lagi.”
“Berpura-pura sedang berada di bawah kontrol
kutukan.” Sirius berdiri dan melintasi ruangan dengan cepat. Saat dia kembali,
matanya terlihat lebih hidup. “Arthui, beberapa dari mereka mungkin mengatakan
yang sebenarnya.”
“Aku tahu itu. Tetapi apa yang dapat aku lakukan? Aku
tidak punya cara untuk menahan para tahanan di Azkaban tanpa penjagaan
Dementor, dan aku tidak bisa membiarkan para Pelahap Maut bebas berkeliaran.
Aku tidak punya cukup tenaga untuk menyelediki seluruh pernyataan mereka,
biarkan mereka mendapat pembalasan yang sesuai. Kementerian susah bersatu
kembali; sebagian dari para pegawai lama tewas atau tidak mau kembali-”
“Segalanya kacau. Ya, aku tahu. Tetapi kamu tidak dapat
meninggalkan orang-orang di Azkaban, kamu tidak bisa, Arthur – tidak, kecuali
kamu tahu dengan pasti apa yang mereka lakukan. Kita harus membunuh Dementor
- sudah waktunya mereka dihancurkan.”
“Sirius.” Suara Remus terdengar pelan. “Arthur, apa yang
kau ingin kami lakukan?”
“Segalanya yang kalian bisa.” Semua terlukis di wajahnya.
“Aku tahu kalian lelah. Kalian pantas mendapat istirahat lebih, kalian berdua.
Aku tidak akan berani bertanya jika aku tidak butuh bantuan.”
Sirius mengayun-anyunkan badannya, tangannya memegang
rambutnya. “Kau tahu dapat bergantung pada kami. Tetapi aku harus
memikirkannnya. Aku hanya ingin berpikir- karena semua narapidana – jika
sebagian dari mereka berkata benar, Arthur, bahkan jika hanya satu dari mereka-”
“Sirius.”
“Percayalah padaku, Sirius, aku ingin mereka semua keluar.
Namun pertama-tama kita harus menahan mereka di dalam. Mad Eye dan Fletcher
telah memeriksa setiap orang yang kami percaya bersalah. Aku lebih suka
memindahkan mereka ke penjara lain, tetapi kemana? Dan bahkan jika kita dapat
memindahkan mereka, bagaimana kita bisa tetap menjaga mereka semua tidak
tercecer. Kita semua tidak punya jalan keluar. Jadi sebelum segalanya
dilakukan, yang harus kulakukan adalah menjaga Dementor kembali dari pulau
utama-Remus, tahukah kalian apa yang dapat aku lakukan untuk menahan mereka di
Azkaban?”
“Hanya mantra Patronus.”
“Hanya itulah yang aku punya juga.” Arthur mendesah.
“Kuberitahu, ini merusak kehidupan Mad Eye dan yang lainnya. Mengucapkan mantra
tersebut dua puluh lima kali sehari.”
“Aku percaya. Ini melelahkan.” Remus terdiam, sudah tahu
jawaban apa yang didapatnya untuk pertanyaannya selanjutnya. “Apa kau ingin aku
membantumu?”
“Tidak.” Arthur akhirnya tersenyum, dan kali ini matanya
ikut tersenyum, saat dia menatap Remus kembali. “Kau jelas tidak bisa berada di
sana. Aku ingin kalian berdua untuk tinggal disini. Bisakah kalian
memberikan pelukan untuk anak-anakku, saat mereka tiba di sini?”
Remus mengangguk, tersenyum kembali ke arah Arthur. “Akan
kulakukan jika mereka mengizinkan.”
“Harry dan Hermione termasuk di dalamnya.” Arthur
meringis dan menaikkan alisnya dengan kesal. “Kalian berdua memalukan, tahu.
Mereka akan membuat gaduh rumahmu. Aku tidak percaya kalian menerima empat
orang remaja di musim panas ini.”
Sirius tertawa – dengan sangat keras, tetapi sebuah tawa,
sama seperti segalanya- dan terlihat jauh dari pandangannya untuk sesaat. “Kamu
yang bicara! Kamu yang mengasuh tujuh orang dari mereka sepanjang hidupmu.”
Arthur dan Remus tersentak dan Sirius mendadak memucat.
Dia membuka mulutnya untuk bicara, namun tidak ada yang dapat dia katakan.
Tetapi itu hanya sesaat sebelum Arthur pulih. “Aku
melakukannya,” gumamnya, tidak kepada seorangpun. Kemudian dia mengerjap dan
melanjutkan, ketergesaan terlihat di wajahnya saat dia bicara tentang Azkaban. “Kami perlu
berpikir dengan cara yang baru. Mengganti para Dementor. Penelope telah
mengunakan Mantra Hukuman Penjara untuk waktu yang lama, sekarang-itu mungkin
menjadi senjata, jika kita bisa melakukan hal yang sama.”
“Seberapa dekat mantra tersebut siap?” Remus seketika bertanya.
“Tidak sedekat itu. Jika saja ada hal
yang lain…” Arhur terlihat seperti dia berada di tepi tali penyelamat. “Bisakah
kalian berdua memikirkan apa yang kukatakan? Dan kembalilah padaku jika kalian mendapatkan ide yang
sekiranya dapat bekerja. Sekalipun kemungkinannya sangat sedikit, aku ingin
mendengar tentangnya.”
Sirius tetap tidak bisa berbicara, sehingga Remus
mengangguk singkat. “Kami akan memikirkannya.”
“Terima kasih.” Kepala Arthur menoleh sekilas dan dia
terlihat mencari-cari sesuatu. “Sialan,” dia menyumpah. “Tidak lagi. Reporter
sialan-baru saja datang kemarin, menginginkan pernyataan tentang rencana yang
akan kami lakukan terkait dnegan Azkaban. Apakah pikiran mereka bisa berubah
dalam dua puluh empat jam? Aku tergoda untuk mengatakan pada mereka
untuk menutup Azkaban dan mengubahnya menjadi tempat wisata untuk para muggle.”
Remus meringis. “Kau pikir para muggle akan pergi sejauh
itu?”
“Mungkin tidak, tetapi the Prophet akan
melakukannya. Kuberi tahu kalian, dunia ini gila. Kementerian jatuh,
Gringotts bangkrut, dan Hogwarts harus ditutup-tetapi tidak Daily Prophet.
Tidak, media tetap berjalan.” Dia tertawa terbahak-bahak, “Kurasa ada harapan
entah dimana, kan? Well.” Arthur berubah serius kembali. “Kembali padaku saat
kau bisa, okay?”
“Tentu saya kami akan kembali. Selamat tinggal,
Arthur-sampaikan salam kamu untuk Molly.”
Dengan senyum, anggukan, dan ‘pop’, Arhur Weasley
menghilang.
Sirius tidak menyia-nyiakan
waktu. Dia berbalik menghadap dinding dan menendangnya, sehingga pasti melukai
kakinya, walaupun dia tidak terlihat memperhatikannya. Dia terlihat marah.
“Bodoh. Tidak pedulian. Bagaimana aku bisa membawa
anak-anak Arthur?”
“Kamu tidak bermaksud-”
“Tidak penting apa maksudku. Arhur meminta
bantuan kita, bebannya berat untuk menyatukan Kementerian kembali – dan aku
dengan bodohnya malah menyinggungnya.”
“Kamu tidak bermaksud buruk.”
Tetapi Sirius tidak mendengarnya. “Aku terlalu sibuk
memikirkan Azkaban. Satu kata tentang Dementor dan segalanya berakhir
untukku-bagus dan egois- bahkan tidak memikirkan tentang yang harus tetap dia
lalui, kehilangan seorang anak-”
“Sirius. Hentikan itu. Sekarang.”
Sirius langsung berhenti. Dia duduk di kursi dan
menangkupkan kedua ke wajahnya. “Kenapa?” dia bertanya melalui jemarinya. “Kenapa? Kenapa
rasanya masih ada perang yang berlangsung? Apa yang harus kukatakan pada Harry
tentang segala yang telah terjadi? Aku tetap kehilangan dia-James
seharusnya tidak meninggalkannya padaku-bagaimana aku dapat membantunya melalui
semua ini ketika aku…”
Remus membungkuk di depannya seketika; menurunkan tangan
Sirius dari wajahnya dan menahannya di tangannya sendiri. “Apa? Ketika kau
apa? Sirius, kau hidup. Dan kau ingin dia berada di sini. Ini menyangkut Harry,
aku berjanji padamu-ini segala yang dia inginkan. Kamu tidak perlu khawatir
tentang menjelaskan segalanya. Dia ada untuk ini, dia bagian dari ini-dia tahu.”
Dia menunggu. Dan seketika Sirius menatapnya. Sungguh
menyakitkan menatap matanya, tetapi Remus tetap menjaga kontak mata dengan
mantap.
“Aku hanya ingin mengenalnya, Remus.”
“Aku tahu.”
“Aku tidak ingin salah satu dari kita kehilangan waktu
lagi.”
“Aku tahu.”
Sirius sungguh-sungguh tidak ingin menangis. Wajahnya terlihat
penuh emosi. Dengan kasar dia merentangkan tangan sejauh-jauhnya, menjungkalkan
kursi, dan melangkah
ke koridor dengan tiba-tiba
“Kemana kau akan pergi?” Remus berteriak memanggilnya.
“Ke toko bahan pangan.”
Pintu dibanting, sedikit menggetarkan dinding pondok. Remus menghela nafas, bangkit, dan naik ke lantai atas untuk
melihat ruang tidur yang sudah siap. Segalanya lebih baik daripada waktu lalu, dia berkata
pada dirinya sendiri sambil memasukkan bantal ke sarungnya. Mereka akan terus berkembang.
Tetapi tidak berarti bahwa musim panas ini akan berlangsung mudah. Tidak sama
sekali.
***
“Dimana mereka semua?”
“Tenanglah.”
“Mereka bilang tengah hari. Ini sudah jam dua
belas lebih
dua menit. Mungkinkah sesuatu terjadi pada mereka?”
“Kurasa tidak.”
“Oh, bagaimana kita bisa tahu?” Sirius marah, emosi,
dan tiba-tiba menghantam tembok. “Dua belas lebih tiga menit.”
“Kamu mengatakan waktu dengan sangat tepat, sudahkah
aku memberitahukannya?”
“Oh, diamlah, Moony.”
“Tidak, sebenarnya ini memberiku waktu untuk
mendiskusikan sesuatu bersamamu-Aku rasa ini dapat ditunda dua minggu, tapi-”
“Jangan, katakan padaku sekarang.”
Remus tersenyum. Menjadi sangat mudah untuk
mengacaukannya saat dia seperti ini. “Aku hanya ingin meyakinkan bahwa telah
jelas apa yang akan kulakukan setiap bulan,” katannya tenang. “Aku akan ber-apparate ke Badenoch setiap pagi
menjelang bulan purnama, untuk mendapatkan Wolfsbane. Aku akan menginap di
apotek habitat di sana untuk transformasi penuh, dan aku akan kembali di pagi
berikutnya.”
Sirius berhenti bergerak dan wajahnya terlihat sedih.
“Aku harap kau tidak perlu melakukannnya. Aku merasa lebih nyaman membuat
ramuannya…”
“Lalu kau akan membuatnya. Aku tahu.” Mereka telah
mencoba membuatnya berulang kali. Ramuan itu sungguh kompleks dan tidak seorang
pun dari mereka bisa membuatnya dengan lancar. Sehingga Remus memilih untuk
pergi ke tempat lain untuk mendapatkan ramuan Wolfsbane jika dia bisa, dan
mengalami transformasinya daim-diam, tanpa mengambil risiko untuk menyakiri
diri sendiri atau orang lain. Tetap Sirius tetap masih merasa bersalah karena
dia tidak bisa lebih ahli dalam pembuatannnya.
Remus, bagaimanapun, mengabaikan rasa bersalah itu sepenuhnya. “Aku hanya
tidak ingin transformasi itu mejadi pembicaraan. Tidak di antara kita, dan juga
untuk para tamu kita.” Dia tersenyum sekilas. “Jadi jika mereka menanyakan, kita
hanya akan menagtakan bahwa aku akan pergi untuk dua puluh empat jam, sekali
dalam sebulan. Sesimpel itu. Dan jika mereka tidak menanyakannya, Sirius, lebih
baik jika kita tidak membicarakannya.”
Sirius memandanginya dengan intens untuk beberapa saat, dan kemudian
mengangguk. “Cukup adil.” Dan kemudian karena mereka tidak punya bahan
pembicaraan, dia melihat jam tangan, menatap ke cerobong asap dan berteriak,
“Dua belas lebih-sial-enam! Apakah mereka tahu cara menggunakan bubuk floo?
Haruskah aku pergi ke Hogwarts dan melihat jika–”
Dia tidak melanjutkan. Terlihat kilatan api hijau,
ledakan udara, dan debuman koper besar.
"Ow, Crookshanks!" Hermione Granger berdiri di
tengah perapian yang besar, memegang seekor kucing besar berbulu merah
erat-erat ke tubuhnya dengan kedua lengannnya. Crookshanks terlihat jelas
sekali telah mengalami pengalaman buruk berpindah dengan bubuk floo – Hermione berkutat
untuk melepaskan jubahnya dari kuku tajam kucing tersebut. Ketika akhirnya Crookshanks
lolos dari lengannya, dia mendongak, terdiam sejenak, dan berjalan lurus ke
arah Remus dan Sirius, yang berdiri di tengah ruangan, berbalik memandangnya.
“Aku tidak tahu harus memeluk yang mana dulu,” Hermione
tertawa, melihat bolak-balik dan bertepuk tangan dengan riang. Dia tidak harus
memilih. Sirius sangat gembira saat itu sehingga dia meraih Hermione dan
memeluknya dengan erat, membuatnya tergagap di bahunya kepada Remus tang
meringis padanya.
“Halo, Hermione.”
“Hermione, sungguh senang bertemu denganmu,” Sirius
menggumam, membiarkan Hermione lepas. “Apa yang membuatmu sangat lama?”
Hermione seketika meliaht ke arahnya saat dia bergerak
untuk memeluk Remus. “Lama?” dia menanyakan dengan penuh minat. “Apakah kami
sangat terlambat? Oh, maaf telah membuatmu khawatir, aku sudah bilang pada
Harry… tetapi dia tidak ingin diburu-buru.”
Sirius
mundur selangkah dan mengerutkan dahi. “Tidak, tidak, bagus, tentu saja tidak.
Jadi katakan padaku, bagaimana Harry? Bagaimana kabar kalian semua?”
Remus
menggelengkan kepalanya. “Sirius, Harry akan tiba di sini dalam hitungan detik –
tolong, bisakah kamu minggir sebentar, Hermione?” Remus mengangkat tongkatnya.
“Kami akan mengambil kopermu dari perapian sebelum-”
Terlambat.
Muncul pusaran api hijau lainnya, suara tabrakan, dan suara berat memekik,
"SIALAN!"
Ron
Weasley terperangkap di belakang koper Hermione – kopernya sendiri terjatuh di atas koper tersebut,
menghalanginya dari pandangan. Yang terlihat
hanya sejumput rambut merak menyala dan lengan panjang meluncur dari samping,
memegang sangkar burung hantu. Di dalamnya Pigwidgeon berlompatan ke segala
sisi sangkar dan bersiul dengan gembira.
Dengan
cepat Remus memantrai kedua
koper tersebut keluar dari perapian,
memperlihatkan Ron yang bersandar di dinding batu bata.
“Hermione,”
dia tergagap, menjatuhkan sangkar Pig ke lantai dengan tiba-tiba dan melangkah
keluar, “Tolong, bisahah kau mengambil kopermu lebih cepat lain kali? Aku tidak akan membuatmu terburu-buru atau
apapun. Hai, Sirius. Hai, Professor
Lupin.”
“Remus,
Ron.”
“Aku
tahu, aku tahu, tetapi aku tidak dapat menahannya. Ini tetap terdengar lucu
untukku.” Ron menjabat tangan Sirius dengan erat, dan kemudian tangan Remus, meringis
lebar kepada keduanya. “Sial, aku sungguh
senang berada di sini,” desahnya, melihat ke sekeliling ruang keluarga yang
hangat itu dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
“Ron!”
Dia menaikkan alisnya ke arah Hermione. “Apa? Kamu
tidak suka berada di sini?” Hermione menatapnya, tetapi tidak lama karena Ron berjalan
tertatih-tatih menuju kursi dan mulai membelai salah satu mata kakinya, mengelusnya perlahan, dan
meringis.
“Oh, apakah kau terluka karena koper itu?”
“Sedikit.”
“Well, jangan mengelusnya seperti itu-sini, biarkan aku
melihatnya.”
Hermione berjongkok dan menyibukkan diri untuk sementara,
memutar
kaki Ron dari segala sisi di tangannya sementara Ron menatap puncak kepala Hermione.
Remus menatap Sirius. Mereka menyeringai.
“Jadi,” Sirius memulai, suaranya terdengar jahil, “Apapun
yang telah kalian berdua lakukan minggu ini, sementara sebagian dari kita bekerja keras?
Kalian bersenang-senang,
bukan?”
Remus berdeham dan sekilas melirik Sirius. Tidak seharusnya mengusik mereka terlalu
jelas dengan urusan orang dewasa.
Tetapi Remus melupakan bahwa mereka hampir dewasa. Mereka tidak
terlihat tidak nyaman. Hermione memberi tepukan lembut di mata kaki Ron. “Aku
rasa kamu akan baik-baik saja,” gumamnya, sebelum berdiri dengan cepat dan
merapikan jubahnya. “Oh, kami juga bekerja,” Hermione menjawab Sirius dengan gembira, “Kami
membantu Professor McGonagall untuk membersihkan segala sesuatunya untuk
pembangunan kembali. Dan kami bicara banyak tentang apa yang terjadi. Tentang
apa yang akan kami lakukan sekarang yang…” Hermione berhenti dan menghela nafas, “Jujur saja, ini
adalah minggu teraneh dalam hidupku dan aku tidak…”
“Aku juga,” Ron menyetujui, membetulkan sepatu di kakinya
sekali lagi. “Maksudku, apa yang harus kau lakukan pada diri sendiri setelah…”
Ron dan Hermione saling memandang, keduanya seperti kehilangan
kata-kata, dan mengangkat bahu sedikit. Remus tidak menyalahkan mereka. Mereka
telah menghabiskan beberapa tahun terakhir yang seharusnya menjadi masa
pendewasaan mereka dengan berperang dalam pertempuran. Untuk
hidup normal akan membutuhkan adaptasi.
Tetapi Sirius tidak menyadarinya. “Oh, aku akan
memberitahu kalian apa yang harus dilakukan,” dia berkata dengan semangat, melintasi ruangan ke arah mereka
dan meninju tangannya untuk penekanan. “Kalian
semua akan menikmati musim panas yang terkutuk, untuk sekali-”
“Sirius!” Hermione tampak tersinggung.
“Ah,” ucap Sirius sambil melirik malu-malu ke arah
Remus. “Maaf.”
Namun Ron tertawa keras. “Akhirnya, aku mendapat dukungan,” katanya,
berdiri dan mengacak rambut Hermione. “Ini akan menjadi musim panas terbaik. Kami akan
membuatmu gila.”
Hermione mengerutkan bibirnya dan berusaha terlihat galak. Namun dia gagal.
“Aku heran, apa yang menahan Ginny?” Renung Hermione beberapa
saat kemudian. “Aku
harap Harry baik-baik saja.”
Ruangan itu mendadak hening dan masing-masing dari mereka
merenungkan pernyataan tersebut. Tidak seperti biasanya Harry baik-baik saja.
Dia masih
hidup, tentu saja. Tetapi untuk menjadi baik-baik saja… well, Remus
berpikir lagi, itu akan membutuhkan waktu sangat lama.
Muncul secercah kecil, pusaran hijau, dan Ginny Weasley berada di
perapian.
“Oh, bagus!” jerit Hermione. “Keluarlah dari sana, kami harus
membereskan kopermu sebelum Harry-”
Tetapi Ginny tidak bergerak dan terlihat sedikit terguncang. Dia
menepiskan rambutnya dari matanya dan menggelengkan kepalanya.
“Ada apa, Ginny?” tanya Remus, melintasi ruangan dengan
cepat. “Kamu
baik-baik saja?”
“Bukan
aku. Aku baik-baik saja,” Ginny menjawab dengan cepat. “Dan omong-omong,
halo.” Dia tersenyum pada Remus dan melambai ke Sirius di belakangnya.
Sirius
mendekati perapian dalam satu langkah. “Apakah ada yang salah pada Harry?”
tuntutnya.
“Tidak-begini, biarkan aku keluar dan akan kuberitahu, kita harus
memindahkan koperku. Harry
mungkin datang.”
“Dia mungkin datang?”
“Sirius,” ucap Remus pelan, “Tolong, bisakah kamu
bergeser, dan biarkan Ginny keluar dari perapian?”
Sirius mundur dengan enggan dan Ginny masuk ke dalam ruangan.
Remus menggerakkan koper Ginny ke udara bersama koper Ron dan Hermione.
“Aku tidak ingin menakut-nakutimu atau apapun, Sirius,” ucap Ginny,
mencari kursi dan mendudukinya, tampak kelelahan. Remus melihat mata Ginny yang
memerah. ”Sebenarnya ada yang salah dengan
Harry-well, tidak ada yang salah dengannya secara fisik-well.” Ginny berhenti,
wajahnya mulai bersemu merah jambu. ”Kalian tahu apa yang ingin kukatakan.”
”Ya,” ucap Remus ramah. “Dia tidak dalam bahaya.”
Ginny menatapnya penuh rasa terima kasih. ”Benar.
Tetapi dia tidak ingin masuk ke perapian.”
Semua orang saling memandang dan melihat kemabli ke
arah Ginny.
“Apa?”
tanya Ron, bangkit dari duduknya. ”Kenapa dia tidak mau masuk ke perapian?”
Ginny
mendesah dan melihat ke arah Ron seolah dialah hal paling jelas di dunia. “Dia tidak ingin
meninggalkan Hogwarts,” ucapnya dengan sabar. “Dia hanya tidak ingin melepasnya
– bukannya dia tidak ingin berada di sini,”
tambah Ginny cepat, memandang ke Sirius dan tersenyum. “Dia tidak sabar untuk
menemuimu. Dia membawa kemana-mana surat yang kau kirimkan seminggu ini.”
Sirius
tampak tersentuh.
“Hanya
saja,” lanjut Ginny, memandang Hermione untuk meminta bantuan, “Dia…dia hanya…”
“Dia
tidak ingin segalanya berakhir,” ucap Hermione pelan. “Sekolah-”
dia terdiam. “Dan dalam hal ini, perang.”
Ron memandang Hermione segera, matanya berkilat-kilat.
”Tidak ingin perang berakhir? Tentu
saja dia ingin perang berakhir! Itu mengerikan! Kita semua ingin semuanya
berakhir untuk-well-selamanya! Bahkan sejak kita mengenalnya! Dan sekarang
semuanya sudah
terjadi, dan kita punya kesempatan
untuk melanjutkan hidup dan dia tidak ingin masuk ke dalam perapian jahanam
itu? Well, sudah cukup. Aku akan kembali kesana, ” ucap Ron tegas, “dan
membuatnya mau melakukannya.”
Ron
melangkah ke arah perapian dan Remus bergerak untuk menghentikannya, tetapi
Ginny lebih cepat. Dia menghalanginya secepat kilat. “Tidak, jangan,” Ron mendekat ke arah
perapian dan Remus bergerak untuk menghentikannya, namun Ginny lebih cepat. Dia
menghadang Ron seketika. "Tidak, jangan," dia memohon. “Tidak bisakah kita memberinya waktu
beberapa menit? Lalu jika dia tidak ingin datang dalam waktu setengah jam atau
lebih, seseorang pergi dapat
membawanya kemari?”
“Akan
kulakukan.” Sirius menepuk bahu Ron. Untuk pertama kalinya di hari itu Sirius
terlihat sangat tenang dan
rasional, dan Remus menatapnya dengan heran. “Biarkan dia sementara
waktu, Ron. Semua ini tidak akan terjadi secara langsung. Merelakan-well, ini
terjadi secara bertahap.” Sirus mendesah. “Percayalah padaku.”
Jelas
Ron mempercayainya. Dia menjauh dari perapian dan duduk kembali dengan berat
hati. Hermione menepuk pundaknya. Ginny menatap ke arah perapian. “Dia akan
datang,” katanya pelan.
Ruang
keluarga terasa sepi, kecuali terdengar suara Pigwidgeon, berkicau setiap kali Crookshanks mengitari
sangkarnya.
“Hermione,” gumam Ron mengancam daat melihatnya.
“Mereka hanya bermain-main,”
jawab Hermione dengan suara yang tidak ingin didebat. Ron menaikkan alisnya menyangkal tetapi tidak berkata apa-apa.
Sirius
membungkuk di depan perapian dan mulai mengganggu Crookshanks. Remus memandangi
mereka, tersenyum dalam hari-dia lupa bahwa Padfoot dan Crookshanks pernah
berteman baik.
“Monster
tua yang menakjubkan,” gumam Sirius, tesenyum saat dia membelai Crookshanks dari
kepala ke ekor. Dan kemudian timbul kesunyian lagi, kecuali dengkuran Crookshanks. Ketika
seperampat jam lagi berlalu, Sirius berdiri dan menatap Remus dengan tegang.
“Apa
menurutmu aku harus pergi dan mengeceknya?”
“Itu ide
bagus.”
“Kalau
beigtu aku berangkat. Kalian makan siang dan menikmatinya-jangan repot-repot untuk menungguku.”
Mereka
semua mengangguk, dan Sirius mengambil sejumput bubuk floo dari kotak di mantelnya. Dia hendak menaburkannya ketika aliran udara dan
cahaya memerangkapnya, dan bubuk itu terjatuh ke atas karpet, terlupakan.
Harry
Potter berdiri di perapian, kacamatanya miring dan rambut hitamnya mencuat
kesana kemari.
“Hai,
Sirius,” ucapnya sambil tersenyum, walaupun matanya terlihat serius. Dia keluar dari perapian dan
berdiri di depan ayah walinya,
meletakkan
sangkar Hedwig
perlahan dan mengulurkan
tangannya. “Maaf sudah membuatmu
menunggu seperti ini.”
Tetapi
Sirius tidak peduli. Dia meraih tangan Harry dan menariknya tanpa peringatan ke
dalam pelukan erat.
“Selamat
datang di rumah,” ucapnya, berusaha berkata-kata. “Selamat datang di rumah,
Harry.”
Melalui
bahu Sirius, mereka semua dapat melihat wajah Harry. Matanya tertutup dan wajahnya sangat
tegang sehingga otot-otot di wajahnya terlihat menonjol. Tetapi dia meraih
tubuh Sirius dan balas memeluknya.
Remus
tidak dapat menahan air matanya, dia seperti melihat James, dia melihat
Hermione juga tampak berkaca-kaca, begitu juga Ron, walaupun tersenyum tetapi
matanya terlihat memerah. Ginny tidak menangis namun matanya terpaku pada wajah Harry.
“Terima
kasih,” gumam Harry setelah beberapa saat. Dia membuka mata dan menarik diri. Sirius menepuk bahunya dan menatapnya,
“Tuhan,
kau tinggi.”
“Kau sudah melihatku seminggu lalu.”
”Aku
tidak sempat memperhatikan.”
Harry
mengangguk, begitu juga
Remus, yang mengawasinya.
Ada banyak hal yang terlupakan dalam beberapa tahun terakhir, dan ada banyak
waktu untuk menebusnya.
Harry berbalik dan memantrai kopernya
keluar dari perapian menuju ke tumpukan koper lainnya.
“Hai, Remus,” ucapnya, melangkah melewati Sirius dan menjabat tangan profesor lamanya tersebut.
Remus
berharap air matanya tidak terlihat. Dia cukup yakin bahwa Harry punya mereka lebih dari cukup. “Halo, Harry. Senang
melihatmu di sini.” Dia menunjuk ke
semua yang ada di ruangan. “Sekarang kalian sudah berkumpul, bolehkah aku
memulai tur?”
“Oh,
tentu saja, aku suka untuk melihat semu-“ tetapi Hermione tidak bisa
melanjutkan perkataannya.
“Apakah
terlalu awal untuk makan siang?” Ron bertanya dengan tiba-tiba. “Bisakah kita
melakukannya dan kemudian beristirahat?”
Remus tertawa. “Tentu saja. Dan sementara kita makan-”
dia memandang ke arah Sirius dan tersenyum-”Mungkin kalian dapat memutuskan
pengaturan tempat tidur.”
”Ah,
ya.” Sirius mernyeringai balik ke arah Remus. “Dua orang untuk
setiap kamar dan sisanya terserah kalian.”
Keempat remaja itu langsung terbengong-bengong. Sambil
tertawa, Remus dan Sirius meninggalkan mereka yang saling berpandangan, dan
meninggalkan koridor menuju dapur untuk mulai menyiapkan makan siang.
***
A/N: Terima kasih kepada semua yang mengulas cerita ini dan tidak pernah takut; perhatian yang Anda ungkapkan semuanya akan terjelaskan saat ceritanya terus berlanjut! Dan terima kasih juga kepada para Auror kami yang cantik, B Bennett, Cap'n Kathy, dan Moey. Kami tidak percaya kalian telah benar-benar membuat daftar Yahoo (http://groups.yahoo.com/group/AftertheEnd) untuk cerita ini dan kami berharap cerita kami akan terbukti layak untuk didiskusikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar