Minggu, 25 Maret 2012

Selepas Akhir | Bab I

Melalui Perapian
translated by: Daneeollie

Sirius Black membalik telur terakhir ke piring berisi buncis dan sosis dan dengan satu jentikan dari tongkat sihirnya, mengirimnya ke atas meja. Piring tersebut mendarat tepat di depan Remus Lupin yang masih mengantuk, dimana piring itu berputar-putar setidaknya setengah lusin kali sebelum berhenti dengan mengesankan.
"Ta da. Makanlah, Moony! Aku akan mengambil koran –"
Remus membuka mulut untuk menjawab, tetapi Sirius sudah membersihkan dapur dalam sekejap dan menghambur keluar ke hangatnya udara bulan Juni.
“Kamu dapat memantrai koran itu, kau tahu,” ucap Remus dengan suara serak, sambil mendorong telur tadi ke tengah meja, dimana dia tidak harus mencium aromanya. Dia belum terbangun sepenuhnya untuk menghadapi perubahan ini.
"Aku suka keluar untuk mengambilnya."
Sirius sudah kembali. Sebenarnya, Remus pikir temannya itu hiperaktif-dia melemparkan koran ke udara dan memantrainya dengan cepat, membuatnya mengepakkan halaman seperti burung di atas meja. Koran tadi mendarat tepat di sebelah piring sarapan dan berkokok keras sekali sebelum akhirnya terdiam. Remus mengerang.
“Tolong,” gumamnya, “Cukup untuk kehebohan di pagi buta.” Tetapi Remus tidak bersungguh-sungguh. Dia tahu mengapa sahabatnya itu gembira. Dan saat dia benar-benar terjaga, dia akan bergabung dengan kegilaan Sirius.
Sirius tidak tersinggung sedikitpun-dia tertawa dan melahap sebuah sosis utuh dengan cengiran lebar.
"Aku pria bebas, Moony," ucapnya berseri-seri ketika dia menelan. Remus tidak tahan untuk nyengir, tampak selelah yang dia rasakan. Kebebasan Sirius hampir berarti segalanya sama seperti yang dirasakannya untuk Sirius. Seorang pria bebas dengan seorang anak wali. Dan ini musim panas. Dan perang berdarah itu sudah berakhir– " Sirius menyeringai dan mulai memutar kepalanya dengan liar. "Dan ‘Oh, tuhan, bukankah bagus untuk bebas- di dunia dimana kutukan dapat mengambil kebebasanku-u-u…."
Remus menatap Sirius, terlihat setengah senang dan setengah khawatir. “Kau bernyanyi.”
“Ya, tentu saja ‘Oh, oh, oh’..." tetap sambil memutar kepala dan menggumamkan nyanyian, Sirius mengangkat tongkat sihirnya untuk membuat kopi.
“Apa itu? Itu sangat buruk. Itu bukan musik.”
“Biasakanlah, Kau Orang Tua, itu lagu The Weird Sister. Mereka sedang terkenal.” Sirius nyengir. “Sebaiknya kita bersiap. Saat ini kita sedang menunggu kedatangan para remaja.” Dia melompat untuk duduk di samping meja kopi yang merebus sendiri, dan Sirius nyengir ke arah pintu dapur, melewati Remus yang masih duduk di kursinya, terihat senang.
“Ya. Kamu harus bisa bergaul dengan mereka dengan baik.”
”Kamu hanya cemburu karena kamu buta nada. Ayo, akuilah.”
“Ah.” Remus mengangguk. “Well, selain kemampuan musikmu, Padfoot, Kamu benar-benar tidak siap untuk menyambut Harry di sini. Aku menyadari bahwa bahwa tidak seperti kalau kita punya cukup waktu untuk memikirkannya dalam seminggu, tetapi ada beberapa hal yang harus-”
“Tidak siap! Aku telah siap dan berharap untuk hidup bersama Harry sejak dia berumur satu tahun, dan aku harus menunggu lama untuk mewujudkannya.” Perlahan senyuman di wajah Sirius menghilang dan kedua matanya kehilangan gairah. “Aku harus mengatakan bahwa itu waktu yang sudah sangat cukup untuk bersiap-siap.”
Remus menggelengkan kepala untuk meminta maaf dan mengangkat kedua tangannya-ini bukan saatnya untuk berpikir ulang. Terus maju, dia mengingatkan dirinya. Itulah yang telah mereka ikrarkan untuk mencoba. Harry akan datang dan dia berhak untuk melangkah maju setelah segala hal yang terjadi, yang pasti akan terasa berat dengan Sirius yang periang menjadi pemarah pada hari pertama kedatangannya. Dia harus tenang dan kembali fokus dalam pembicaraan.
“Bukan itu maksudku, Padfoot. Maksudku rumah ini. Tempat tidur, persediaan makanan –"
“Kita punya banyak tempat tidur. Apa yang kau bicarakan?”
“Seprai, bantal – syukurlah orangtuaku selalu memastikan segalanya dipelihara dengan baik. Kita punya banyak banyak piring dan perlengkapan perak, dan mereka punya kucing jadi kotak kotoran harus disediakan di suatu tempat untuk Crookshanks – tetapi kita tidak punya banyak handuk di tempat ini untuk enam orang, jadi–"
"Fuss, fuss, fuss." Sirius, terlihat kembali ceria, menuang segelas kopi dan melangkah ke sudut kecil ruang makan dan duduk di seberang meja Remus. “Apa kau pikri mereka akan peduli dengan semuanya? Handuk dan seprai? Mereka hanya para remaja.”
Remus menaikan alisnya ke arah Sirius yang terus mengamatinya dengan takjub. Bagaimana mungkin seseorang bisa sangat dewasa dan bersikap seperti anak-anak sungguh dalam waktu yang sama, sungguh di luar nalarnya. “Ini yang akan kukatakan. Gadis-gadis akan peduli dengan handuk bersih. Hewan-hewan harus diurus-tempat ini akan menjadi sebuah kebun binatang dengan keberadaan burung hantu dan seekor kucing. Dan jika kamu tidak punya cukup makanan di rumah ini, kamu punya dua orang remaja berusia tujuh belas tahuh yang sedang resah untuk kau urus dalam waktu-" Remus melihat ke jam tangannya. "Empat jam."
“Cukup banyak waktu!” Sirius bersandar dan merenggangkan kakinya. “Dan Ron berusia delapan belas tahun, kurasa. Delapan belastahun.” Dia terdiam dan menggelengkan kepala. Kedua mata biru pucatnya berkilau dengan kenangan. “Ingat saat kita berusia delapan belas tahun?”
Remus tersenyum. Sirius meringis. Mereka ingat usia delapan belas tahun mereka dengan sangat-sangat baik. Dan tidak ada bedanya untuk mengingat masa lalu. Hal itu sangat diperbolehkan.
“Kita tinggal di rumah dengan tiga tempat tidur-“
Ho - ingat dengan perapian?”
”Bagaimana bisa aku melupakannya?”
Tampat kecil sialan, aku rasa aku masih punya memar-memar itu.”
”James menyukainya-well, itu terkait dengan banyaknya lukisan Lily di sana.”
”Oh, tidak. Itu semuanya sanjungan-dia hanya ingin mendapatkan Lily dan James pikir dia akan tesanjung dengan hal itu.”
"Sirius!"
“Oh, ayolah, kamu tahu itu. Tetapi Lily bukan orang bodoh. Dia tidak akan membiarkan James masuk ke kamarnya.”
“Well, ya. itu membuatnya menjadi lebih gila.”
“Tentu saja.” Sirius mendesah. “Aku tidak percaya Harry akan datang kemari.”
Remus mengangguk. “Aku tidak percaya bagaimana melihat wajahnya akan terasa seperti…”
“Memiliki Prong kembali. Aku tahu.”
“Kau pikir kau tahu, tetapi tunggu. Kau mengenal Harry dalam perang, krisis- tetapi pada tahun aku mengajarnya, aku bersumpah padamu, aku harus mengingatkan diriku sendiri siapa sebenarnya dia. Itu terasa aneh.”
“Tuhan, aku harap juga begitu.”
Mereka terdiam beberapa saat. Sirius beranjak ke dapur, menuang secangkir kopi kedua untuk dirinya dan kembali ke ruang makan. Ketika dia duduk dia mengernyit dan menunjuk ke jendela.
“Siapa orang itu, di sana?”
Remus melihat ke arah yang ditunjuk Sirius dan mengintip ke jendela pondok di depan, di seberang jalan kecil, dimana sebuah rumah abu-abu besar berdiri dengan megah di belakang halaman rumput yang terawat, membuat semua pondok lain di jalan sekitarnya terlihat menyedihkan. Di balkon atas bangunan megah itu tampak seorang pria sedang membaca koran.
"Martin Lewis," jawab Remus.
"Kau kenal dia?"
"Well, keluarganya selalu berada di sana, tetapi kami tidak melihatnya di sekolah beberapa waktu lalu – dia berbeda usia sekitar satu dekade dengan kita."
"Ah." Sirius menatap muram ke kopinya. Remus tahu ada sesuatu mengenai hal itu.
"Kenapa kau menanyakannya?"
Sirius menggelengkan kepalanya. “Tidak ada apa-apa. Aku seharusnya tidak mengharapkannya.”
“Apa?” Remus tidak akan akan berhenti menanyakannya, tidak ketika hal itu membuat Sirius terlihat lemah begitu cepat.
Sirius mendesah dan menatap lebih dalam kopinya di tangnnya. “Ini sejujurnya bukan apa-apa, Moony. Hanya saat aku mengucapkan salam padanya saat berada di luar, ketika aku mengambil koran.” Matanya tampak berkabut.
"Dan?”
“Dia berlari masuk ke dalam rumah.”
Remus meraihkan tangannya ke seberang meja secara naluriah, tetapi sirius menepisnya.
“Tidak, aku seharusnya tidak menghiraukannya.” Dia tertawa. “Walaupun kamu pikir sejak aku dibebaskan oleh Kementerian, orang-orang tidak akan begitu ketakutan.”
"Sirius..."
"Maksudku, jika aku membunuh seorang pengkhianat, bukankah aku membawa kepalanya sekarang?” Sirius menatap ke luar jendela dengan pahit. “Aku telah keluar selama sembilan bulan. Aku telah hidup di sini sepanjang waktu.”
“Dia pernah melarikan diri darimu sebelumnya, betul kan?” Sirius tidak menjawabnya, tetapi Remus tahu hal tersebut terjadi dan hatinya terasa sakit. “Kau tidak memberitahu aku.”
“Well, ada banyak waktu untuk bergosip, betul kan? Omong-omong apa intinya?”
“Aku harus mengatakan untuk tidak memikirkannya, Sirius. Dia melakukan hal yang sama padaku.”
Sirius melihat ke arah Remus dengan terkejut. ”Maksudmu dia tahu tentangmu?”
Remus tersenyum miring. ”Sepertinya, ya, dia tahu. Aku tidak yakin bagaimana caranya, tetapi orang-orang mengetahui hal tersebut, dan apakah sebenarnya kamu berbahaya atau tidak, tampaknya hal itu tidak masalah. Kebanyakan orang hidup dalam ketakutan dengan mengabaikan kebenaran.”
Sirius tertawa pedih. “Kita telah memenangkan sebuah pertarungan, dan orang-orang masih bertingkah sama persis seperti sebelumnya. Aku tidak percaya. Kukatakan apdamu, Moony, ini membuatku ingin…” Sirius menghentikan ucapannya, menenggak satu tegukan besar kopi dan mendesah. Suaranya terasa getir sekarang; ini terasa seperti di Azkaban, dan Remus tersentak mendengarnya. Dia sudah tahu bahwa perasaan baru yang membutakan Sirius akan datang dan pergi. Selebihnya, ada begitu sedikit kegembiraan unyuk dirayakan dalam waktu lama. Bahkan jika kegembiraan itu mendatangi mereka, sejarah tidak akan dapat diganti. Segala yang dapat mereka lalukan adalah mencoba melewatinya, mencoba untuk menyelamatkan apa yang tertinggal.
”Lidahku terbakar,” gumam Sirius, menatap ke cangkirnya.
Remus tahu isyarat tersebut. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk mengubah arah pembicaraan. ”Kamu harus berhati-hati unutk tidak menyumpah,” ucapnya ringan. ”Kamu harus menjadi contoh yang baik.”
Seperti tertembak kepalanya, Sirius kembali tegak dan dia mengangkat wajahnya. ”Apa, di depan para remaja? Seperti Harry dan Ron tidak pernah mendengar sumpah serapah saja.”
“Itu adalah pelanggaranmu yang paling buruk.”
Sirius meringis lebar. “Benar.”
 “Dalam hal ini Hal ini Ron dan Harry tidak datang sendiri.”
“Oh, apa? Aku harus menjaga mulutku di depan si kecil Ginny?”
Remus tertawa. “Tidak, dia mungkin lebih buruk daripada drimu. Aku harus memintanya tenang di kelas Pertahanan Ilmu Hitam. Dia tidak bisa membuat seorang darwis1 berhenti berputar dan dia meneriakkan kata yang terdengar seperti ’sialan’”
“Di kelas?” Sirius tampak tertarik
“Di tahun keduanya.”
“Aku menyukainya.” Sirius menaikkan alisnya. “Jadi Hermione-lah yang kita khawatirkan. Baiklah, aku akan menjaga lidahku jika aku bisa, walaupun dari yang pernah ktia denar dari mulut Ron, gadis itu sudah terbiasa.”
“Ya, baiklah.” Remus tersenyum, seperti sesuatu telah menyembuhkannya. “Oh ya, aku harus bertanya padamu, apakah kamu sudah mengatakan kepada mereka tentang pembagian kamar?”
Senyum Sirius menghilang. Dia meringis dengan licik. “Aku berkata bahwa mereka berdua harus berbagi kamar masing-masing.”
“Ya, tetapi apakah kamu menjelaskan dua orang yang mana untuk setiap kamar?”
“Aku membiarkan mereka memngira-ngira hal satu itu. Aku yakin mereka sudah cukup umur untuk menentukannya.”
“Kamu tidak bermaksud mempertimbangkan…”
“Ya, aku sudah mempertimbangknnya.”
“Jelas tidak boleh. Kita tidak bisa. Keluarga Weasley akan membunuh kita, Padfoot.”
“Ah, Moony. Aku kira kamu ingat saat kita berusia delapan belas tahun kita.”
Sirius beranjak berdiri dan menutup matanya tampak sedang mengingat-ingat sesuatu.
Remus menatap tidak setuju dengan pemikiran Sirius, meraih koran dari meja, dan mulai membaca berita di dunia sihir.
"HALO! HALO? APAKAH KALIAN BERDUA ADA DI RUMAH? SIRIUS? REMUS?"
Sebuah suara terdengar dari arah ruang keluarga – keras, mendesak, dan mengejutkan. Pertama kali mendengarnya, baik Sirius maupun Remus and Remus langsung berjongkok di lantai dan secara insting mengambil tongkat mereka. Remus menahan nafas dan jantungnya berdetak kencang. Di sebelahnya, dia dapat mendengar Sirus tercekat juga.
Butuh beberapa saat bagi mereka untuk mengingat bahwa para Pelahap Maut sudah kalah. Mereka saling memandang di bawah meja, menggelengkan kepala dan menghembuskan nafas lega.
Masih terkejut, Remus membenci dirinya sendiri. Mengira-ngira berapa lama dia akan selalu bereaksi seperti itu kepada setiap tamu yang datang. Dia berdiri, membersihkan jubahnya yang terkena debu, dan berjalan melalui koridor menuju ke ruangan dimana perapian terbesar berada. Di dalamnya, di antara lidah api, sebuah kepala yang tidak asing muncul dengan tiba-tiba.
"JIKA KALIAN BERDUA ADA DI RUMAH, AKU INGIN BICARA PADA KALIAN, INI ARTHUR- Oh, remus, kamu di rumah.”
Arthur Weasley tersenyum dari dalam api, tetapi itu tidak menghilangkan kelelahan di matanya. Dia terlihat lebih tua sepuluh tahun dalam waktu tiga terakhir, dan itu terlihat di setiap garis wajahnya. Rambut merah di kepalanya mulai beruban.
“Halo, Arthur. Kamu sedikit mengejutkan kami. Aku ketakutan.”
Arthur mengangguk. Dia mengerti. ”Seharusnya aku tidak membabi buta seperti itu, tetapi ini darurat. Apakah kau sudah melihat koran?”
”Aku sedang berniat membacanya. Belum, kenapa, apa yang sudah terjadi?”
“Apakah Sirius ada? Aku lebih suka memberitahu kalian secara bersamaan.”
“Aku di sini.” Sirius terlihat sudah mengendalikan diri. Dia memasuki ruangan dan membungkukkan badan di depan perapian. “ Ada apa, Arthur?”
“Kamu tidak akan menyukainya, Sirius. Ini tentang para Dementor.” Arthur tampak muram. Tidak ada yang suka membicarakan tentang Dementor kepada Sirius; kesedihan segera terlihat di matanya.  Remus menatap wajah Sirius yang terlihat sekeras batu saat melibatkan diri dalam percakapan tersebut.
“Tidak apa-apa,” kata Sirius kemudian, walaupun Remus tahu itu dusta. “Ada apa dengan para Dementor?”
Arthur mendesah dan menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan-lahan di perapian.
“Kita punya banyak waktu menjaga mereka di Azkaban. Aku kira kita telah melakukan yang terbaik minggu ini dengan memasukkan para Pelahap Maut kembali ke penjara, tetapi ini tidak akan berjalan dengan baik jika kita tidak punya penjaga, bukankah begitu?”
“Kenapa? Bukankan para Dementor menjaga pulau?” Remus seketika bertanya, perasaannya tidak enak. Sejak peperangan terjadi di Hogwarts seminggu yang lalu, sudah menjadi tugas Ordo Phoenix untuk menelusuri keberadaan para pendukung Voldermort dan meyakinkan kalau mereka tidak akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Semua orang selalu teringat dengan apa yang sudah terjadi kepada keluarga Longbottom terakhir kali. Hanya saat segalanya terlihat aman, para pendukung Voldermort menyerang dengan brutal.
“Para Dementor tidak akan duduk diam,” Arthur menginformasikan, dan suaranya terdengar stabil, matanya terlihat waspada. “Mereka berusaha untuk keluar dari pulau. Pikiran untuk bebas seperti saat bergabung dalam Tentara Kegelapan telah merasuk ke kepala. Mereka mendapat dukungan untuk melakukan Kecupan secara acak sekian lama, kalau sekarang…”
“Jangan katakan padaku.” Wajah Sirius terlihat memutih.
“Tidak-mereka tidak melakukan kerusakan kepada siapapun yang tidak bersalah. Belum. Tetapi ada kekhawatiran yang sangat besar. Jika mereka tidak tinggal di pulau, tidak akan berguna untuk menahan mereka dari jalan. Aku tidak tahu bagaimana mereka berharap untuk membangun kembali Azkaban jika para Dementor tidak mau menanganinya lagi.”
“Remus mendekat di belakang Sirius dan menepuk pelan pundaknya. “Dimana para Pelahap Maut saat ini?”
Arthur menggeretakkan giginya. “Mad Eye sudah menanganinya. Mereka tidak akan pergi kemana-mana saat ini. Tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi, dan tidak ada cukup banyak Auror lagi untuk membantunya-“ Arthur berhenti dan menggelengkan kepalanya lagi.
“Bagaimana denganmu, Arthur?” tanya Remus perlahan.
Kepala di perapian itu tertawa aneh. “Seperti dalam situasi seperti ini. Aku mendapat bantuan. Fletcher menangani M.L.E.S., Mad Eye menangani Auror, Diggory di sini dan keluarga Patil… dan beberapa lainnya juga kembali…” Arthur mendesah berat. “Tetapi aku mendapat dua masalah. Pertama, aku tidak ingin Dementor mendekati siapapun -  Aku tidak mempercayai mereka dekat dengan para narapidana. Tidak setiap orang di Azkaban layak untuk berada di sana dan aku tidak ingin mereka semua mendapat kecupan saat kami belum mendapatkan petunjuk siapa yang benar-benar bersalah. Mereka menyerahkan semuanya kepada kami lagi.”
“Berpura-pura sedang berada di bawah kontrol kutukan.” Sirius berdiri dan melintasi ruangan dengan cepat. Saat dia kembali, matanya terlihat lebih hidup. “Arthui, beberapa dari mereka mungkin mengatakan yang sebenarnya.”
“Aku tahu itu. Tetapi apa yang dapat aku lakukan? Aku tidak punya cara untuk menahan para tahanan di Azkaban tanpa penjagaan Dementor, dan aku tidak bisa membiarkan para Pelahap Maut bebas berkeliaran. Aku tidak punya cukup tenaga untuk menyelediki seluruh pernyataan mereka, biarkan mereka mendapat pembalasan yang sesuai. Kementerian susah bersatu kembali; sebagian dari para pegawai lama tewas atau tidak mau kembali-”
“Segalanya kacau. Ya, aku tahu. Tetapi kamu tidak dapat meninggalkan orang-orang di Azkaban, kamu tidak bisa, Arthur – tidak, kecuali kamu tahu dengan pasti apa yang mereka lakukan. Kita harus membunuh Dementor -  sudah waktunya mereka dihancurkan.”
“Sirius.” Suara Remus terdengar pelan. “Arthur, apa yang kau ingin kami lakukan?”
“Segalanya yang kalian bisa.” Semua terlukis di wajahnya. “Aku tahu kalian lelah. Kalian pantas mendapat istirahat lebih, kalian berdua. Aku tidak akan berani bertanya jika aku tidak butuh bantuan.”
Sirius mengayun-anyunkan badannya, tangannya memegang rambutnya. “Kau tahu dapat bergantung pada kami. Tetapi aku harus memikirkannnya. Aku hanya ingin berpikir- karena semua narapidana – jika sebagian dari mereka berkata benar, Arthur, bahkan jika hanya satu dari mereka-”
“Sirius.”
“Percayalah padaku, Sirius, aku ingin mereka semua keluar. Namun pertama-tama kita harus menahan mereka di dalam. Mad Eye dan Fletcher telah memeriksa setiap orang yang kami percaya bersalah. Aku lebih suka memindahkan mereka ke penjara lain, tetapi kemana? Dan bahkan jika kita dapat memindahkan mereka, bagaimana kita bisa tetap menjaga mereka semua tidak tercecer. Kita semua tidak punya jalan keluar. Jadi sebelum segalanya dilakukan, yang harus kulakukan adalah menjaga Dementor kembali dari pulau utama-Remus, tahukah kalian apa yang dapat aku lakukan untuk menahan mereka di Azkaban?”
“Hanya mantra Patronus.”
“Hanya itulah yang aku punya juga.” Arthur mendesah. “Kuberitahu, ini merusak kehidupan Mad Eye dan yang lainnya. Mengucapkan mantra tersebut dua puluh lima kali sehari.”
Aku percaya. Ini melelahkan.” Remus terdiam, sudah tahu jawaban apa yang didapatnya untuk pertanyaannya selanjutnya. “Apa kau ingin aku membantumu?”
“Tidak.” Arthur akhirnya tersenyum, dan kali ini matanya ikut tersenyum, saat dia menatap Remus kembali. “Kau jelas tidak bisa berada di sana. Aku ingin kalian berdua untuk tinggal disini. Bisakah kalian memberikan pelukan untuk anak-anakku, saat mereka tiba di sini?”
Remus mengangguk, tersenyum kembali ke arah Arthur. “Akan kulakukan jika mereka mengizinkan.”
“Harry dan Hermione termasuk di dalamnya.” Arthur meringis dan menaikkan alisnya dengan kesal. “Kalian berdua memalukan, tahu. Mereka akan membuat gaduh rumahmu. Aku tidak percaya kalian menerima empat orang remaja di musim panas ini.”
Sirius tertawa – dengan sangat keras, tetapi sebuah tawa, sama seperti segalanya- dan terlihat jauh dari pandangannya untuk sesaat. “Kamu yang bicara! Kamu yang mengasuh tujuh orang dari mereka sepanjang hidupmu.”
Arthur dan Remus tersentak dan Sirius mendadak memucat. Dia membuka mulutnya untuk bicara, namun tidak ada yang dapat dia katakan.
Tetapi itu hanya sesaat sebelum Arthur pulih. “Aku melakukannya,” gumamnya, tidak kepada seorangpun. Kemudian dia mengerjap dan melanjutkan, ketergesaan terlihat di wajahnya saat dia bicara tentang Azkaban. “Kami perlu berpikir dengan cara yang baru. Mengganti para Dementor. Penelope telah mengunakan Mantra Hukuman Penjara untuk waktu yang lama, sekarang-itu mungkin menjadi senjata, jika kita bisa melakukan hal yang sama.”
Seberapa dekat mantra tersebut siap?” Remus seketika bertanya.
“Tidak sedekat itu. Jika saja ada hal yang lain…” Arhur terlihat seperti dia berada di tepi tali penyelamat. “Bisakah kalian berdua memikirkan apa yang kukatakan? Dan kembalilah padaku jika kalian mendapatkan ide yang sekiranya dapat bekerja. Sekalipun kemungkinannya sangat sedikit, aku ingin mendengar tentangnya.”
Sirius tetap tidak bisa berbicara, sehingga Remus mengangguk singkat. “Kami akan memikirkannya.”
“Terima kasih.” Kepala Arthur menoleh sekilas dan dia terlihat mencari-cari sesuatu. “Sialan,” dia menyumpah. “Tidak lagi. Reporter sialan-baru saja datang kemarin, menginginkan pernyataan tentang rencana yang akan kami lakukan terkait dnegan Azkaban. Apakah pikiran mereka bisa berubah dalam dua puluh empat jam? Aku tergoda untuk mengatakan pada mereka untuk menutup Azkaban dan mengubahnya menjadi tempat wisata untuk para muggle.”
Remus meringis. “Kau pikir para muggle akan pergi sejauh itu?”
“Mungkin tidak, tetapi the Prophet akan melakukannya. Kuberi tahu kalian, dunia ini gila. Kementerian jatuh, Gringotts bangkrut, dan Hogwarts harus ditutup-tetapi tidak Daily Prophet. Tidak, media tetap berjalan.” Dia tertawa terbahak-bahak, “Kurasa ada harapan entah dimana, kan? Well.” Arthur berubah serius kembali. “Kembali padaku saat kau bisa, okay?”
“Tentu saya kami akan kembali. Selamat tinggal, Arthur-sampaikan salam kamu untuk Molly.”
Dengan senyum, anggukan, dan ‘pop’, Arhur Weasley menghilang.
Sirius tidak menyia-nyiakan waktu. Dia berbalik menghadap dinding dan menendangnya, sehingga pasti melukai kakinya, walaupun dia tidak terlihat memperhatikannya. Dia terlihat marah.
“Bodoh. Tidak pedulian. Bagaimana aku bisa membawa anak-anak Arthur?”
“Kamu tidak bermaksud-”
Tidak penting apa maksudku. Arhur meminta bantuan kita, bebannya berat untuk menyatukan Kementerian kembali – dan aku dengan bodohnya malah menyinggungnya.”
“Kamu tidak bermaksud buruk.”
Tetapi Sirius tidak mendengarnya. “Aku terlalu sibuk memikirkan Azkaban. Satu kata tentang Dementor dan segalanya berakhir untukku-bagus dan egois- bahkan tidak memikirkan tentang yang harus tetap dia lalui, kehilangan seorang anak-”
“Sirius. Hentikan itu. Sekarang.”
Sirius langsung berhenti. Dia duduk di kursi dan menangkupkan kedua ke wajahnya. “Kenapa?” dia bertanya melalui jemarinya. “Kenapa? Kenapa rasanya masih ada perang yang berlangsung? Apa yang harus kukatakan pada Harry tentang segala yang telah terjadi? Aku tetap kehilangan dia-James seharusnya tidak meninggalkannya padaku-bagaimana aku dapat membantunya melalui semua ini ketika aku…”
Remus membungkuk di depannya seketika; menurunkan tangan Sirius dari wajahnya dan menahannya di tangannya sendiri. “Apa? Ketika kau apa? Sirius, kau hidup. Dan kau ingin dia berada di sini. Ini menyangkut Harry, aku berjanji padamu-ini segala yang dia inginkan. Kamu tidak perlu khawatir tentang menjelaskan segalanya. Dia ada untuk ini, dia bagian dari ini-dia tahu.”
Dia menunggu. Dan seketika Sirius menatapnya. Sungguh menyakitkan menatap matanya, tetapi Remus tetap menjaga kontak mata dengan mantap.
“Aku hanya ingin mengenalnya, Remus.”
“Aku tahu.”
“Aku tidak ingin salah satu dari kita kehilangan waktu lagi.”
“Aku tahu.”
Sirius sungguh-sungguh tidak ingin menangis. Wajahnya terlihat penuh emosi. Dengan kasar dia merentangkan tangan sejauh-jauhnya, menjungkalkan kursi, dan melangkah ke koridor dengan tiba-tiba
“Kemana kau akan pergi?” Remus berteriak memanggilnya.
“Ke toko bahan pangan.”
Pintu dibanting, sedikit menggetarkan dinding pondok. Remus menghela nafas, bangkit, dan naik ke lantai atas untuk melihat ruang tidur yang sudah siap. Segalanya lebih baik daripada waktu lalu, dia berkata pada dirinya sendiri sambil memasukkan bantal ke sarungnya. Mereka akan terus berkembang. Tetapi tidak berarti bahwa musim panas ini akan berlangsung mudah. Tidak sama sekali.

***

“Dimana mereka semua?”
“Tenanglah.”
“Mereka bilang tengah hari. Ini sudah jam dua belas lebih dua menit. Mungkinkah sesuatu terjadi pada mereka?”
“Kurasa tidak.”
“Oh, bagaimana kita bisa tahu?” Sirius marah, emosi, dan tiba-tiba menghantam tembok. “Dua belas lebih tiga menit.”
“Kamu mengatakan waktu dengan sangat tepat, sudahkah aku memberitahukannya?”
“Oh, diamlah, Moony.”
“Tidak, sebenarnya ini memberiku waktu untuk mendiskusikan sesuatu bersamamu-Aku rasa ini dapat ditunda dua minggu, tapi-”
“Jangan, katakan padaku sekarang.”
Remus tersenyum. Menjadi sangat mudah untuk mengacaukannya saat dia seperti ini. “Aku hanya ingin meyakinkan bahwa telah jelas apa yang akan kulakukan setiap bulan,” katannya tenang. “Aku akan ber-apparate ke Badenoch setiap pagi menjelang bulan purnama, untuk mendapatkan Wolfsbane. Aku akan menginap di apotek habitat di sana untuk transformasi penuh, dan aku akan kembali di pagi berikutnya.”
Sirius berhenti bergerak dan wajahnya terlihat sedih. “Aku harap kau tidak perlu melakukannnya. Aku merasa lebih nyaman membuat ramuannya…”
“Lalu kau akan membuatnya. Aku tahu.” Mereka telah mencoba membuatnya berulang kali. Ramuan itu sungguh kompleks dan tidak seorang pun dari mereka bisa membuatnya dengan lancar. Sehingga Remus memilih untuk pergi ke tempat lain untuk mendapatkan ramuan Wolfsbane jika dia bisa, dan mengalami transformasinya daim-diam, tanpa mengambil risiko untuk menyakiri diri sendiri atau orang lain. Tetap Sirius tetap masih merasa bersalah karena dia tidak bisa lebih ahli dalam pembuatannnya.
Remus, bagaimanapun, mengabaikan rasa bersalah itu sepenuhnya. “Aku hanya tidak ingin transformasi itu mejadi pembicaraan. Tidak di antara kita, dan juga untuk para tamu kita.” Dia tersenyum sekilas. “Jadi jika mereka menanyakan, kita hanya akan menagtakan bahwa aku akan pergi untuk dua puluh empat jam, sekali dalam sebulan. Sesimpel itu. Dan jika mereka tidak menanyakannya, Sirius, lebih baik jika kita tidak membicarakannya.”
Sirius memandanginya dengan intens untuk beberapa saat, dan kemudian mengangguk. “Cukup adil.” Dan kemudian karena mereka tidak punya bahan pembicaraan, dia melihat jam tangan, menatap ke cerobong asap dan berteriak, “Dua belas lebih-sial-enam! Apakah mereka tahu cara menggunakan bubuk floo? Haruskah aku pergi ke Hogwarts dan melihat jika
Dia tidak melanjutkan. Terlihat kilatan api hijau, ledakan udara, dan debuman koper besar.
"Ow, Crookshanks!" Hermione Granger berdiri di tengah perapian yang besar, memegang seekor kucing besar berbulu merah erat-erat ke tubuhnya dengan kedua lengannnya. Crookshanks terlihat jelas sekali telah mengalami pengalaman buruk berpindah dengan bubuk floo – Hermione berkutat untuk melepaskan jubahnya dari kuku tajam kucing tersebut. Ketika akhirnya Crookshanks lolos dari lengannya, dia mendongak, terdiam sejenak, dan berjalan lurus ke arah Remus dan Sirius, yang berdiri di tengah ruangan, berbalik memandangnya.
“Aku tidak tahu harus memeluk yang mana dulu,” Hermione tertawa, melihat bolak-balik dan bertepuk tangan dengan riang. Dia tidak harus memilih. Sirius sangat gembira saat itu sehingga dia meraih Hermione dan memeluknya dengan erat, membuatnya tergagap di bahunya kepada Remus tang meringis padanya.
“Halo, Hermione.”
“Hermione, sungguh senang bertemu denganmu,” Sirius menggumam, membiarkan Hermione lepas. “Apa yang membuatmu sangat lama?”
Hermione seketika meliaht ke arahnya saat dia bergerak untuk memeluk Remus. “Lama?” dia menanyakan dengan penuh minat. “Apakah kami sangat terlambat? Oh, maaf telah membuatmu khawatir, aku sudah bilang pada Harry… tetapi dia tidak ingin diburu-buru.”
Sirius mundur selangkah dan mengerutkan dahi. “Tidak, tidak, bagus, tentu saja tidak. Jadi katakan padaku, bagaimana Harry? Bagaimana kabar kalian semua?”
Remus menggelengkan kepalanya. “Sirius, Harry akan tiba di sini dalam hitungan detik – tolong, bisakah kamu minggir sebentar, Hermione?” Remus mengangkat tongkatnya. “Kami akan mengambil kopermu dari perapian sebelum-”
Terlambat. Muncul pusaran api hijau lainnya, suara tabrakan, dan suara berat memekik, "SIALAN!"
Ron Weasley terperangkap di belakang koper Hermione – kopernya sendiri terjatuh di atas koper tersebut, menghalanginya dari pandangan. Yang terlihat hanya sejumput rambut merak menyala dan lengan panjang meluncur dari samping, memegang sangkar burung hantu. Di dalamnya Pigwidgeon berlompatan ke segala sisi sangkar dan bersiul dengan gembira.
Dengan cepat Remus memantrai kedua koper tersebut keluar dari perapian, memperlihatkan Ron yang bersandar di dinding batu bata.
“Hermione,” dia tergagap, menjatuhkan sangkar Pig ke lantai dengan tiba-tiba dan melangkah keluar, “Tolong, bisahah kau mengambil kopermu lebih cepat lain kali?  Aku tidak akan membuatmu terburu-buru atau apapun. Hai, Sirius. Hai, Professor Lupin.”
“Remus, Ron.”
“Aku tahu, aku tahu, tetapi aku tidak dapat menahannya. Ini tetap terdengar lucu untukku.” Ron menjabat tangan Sirius dengan erat, dan kemudian tangan Remus, meringis lebar kepada keduanya. “Sial, aku sungguh senang berada di sini,” desahnya, melihat ke sekeliling ruang keluarga yang hangat itu dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
“Ron!”
Dia menaikkan alisnya ke arah Hermione. “Apa? Kamu tidak suka berada di sini?” Hermione menatapnya, tetapi tidak lama karena Ron berjalan tertatih-tatih menuju kursi dan mulai membelai salah satu mata kakinya, mengelusnya perlahan, dan meringis.
“Oh, apakah kau terluka karena koper itu?”
“Sedikit.”
“Well, jangan mengelusnya seperti itu-sini, biarkan aku melihatnya.”
Hermione berjongkok dan menyibukkan diri untuk sementara, memutar kaki Ron dari segala sisi di tangannya sementara Ron menatap puncak kepala Hermione.
Remus menatap Sirius. Mereka menyeringai.
“Jadi,” Sirius memulai, suaranya terdengar jahil, “Apapun yang telah kalian berdua lakukan minggu ini, sementara sebagian dari kita bekerja keras? Kalian bersenang-senang, bukan?”
Remus berdeham dan sekilas melirik Sirius. Tidak seharusnya mengusik mereka terlalu jelas dengan urusan orang dewasa.
Tetapi Remus melupakan bahwa mereka hampir dewasa. Mereka tidak terlihat tidak nyaman. Hermione memberi tepukan lembut di mata kaki Ron. “Aku rasa kamu akan baik-baik saja,” gumamnya, sebelum berdiri dengan cepat dan merapikan jubahnya. “Oh, kami juga bekerja,” Hermione menjawab Sirius dengan gembira, “Kami membantu Professor McGonagall untuk membersihkan segala sesuatunya untuk pembangunan kembali. Dan kami bicara banyak tentang apa yang terjadi. Tentang apa yang akan kami lakukan sekarang yang…” Hermione berhenti dan menghela nafas, “Jujur saja, ini adalah minggu teraneh dalam hidupku dan aku tidak…”
Aku juga,” Ron menyetujui, membetulkan sepatu di kakinya sekali lagi. “Maksudku, apa yang harus kau lakukan pada diri sendiri setelah…”
Ron dan Hermione saling memandang, keduanya seperti kehilangan kata-kata, dan mengangkat bahu sedikit. Remus tidak menyalahkan mereka. Mereka telah menghabiskan beberapa tahun terakhir yang seharusnya menjadi masa pendewasaan mereka dengan berperang dalam pertempuran. Untuk hidup normal akan membutuhkan adaptasi.
Tetapi Sirius tidak menyadarinya. “Oh, aku akan memberitahu kalian apa yang harus dilakukan,” dia berkata dengan semangat, melintasi ruangan ke arah mereka dan meninju tangannya untuk penekanan. “Kalian semua akan menikmati musim panas yang terkutuk, untuk sekali-”
“Sirius!” Hermione tampak tersinggung.
“Ah,” ucap Sirius sambil melirik malu-malu ke arah Remus. “Maaf.”
Namun Ron tertawa keras. “Akhirnya, aku mendapat dukungan,” katanya, berdiri dan mengacak rambut Hermione. “Ini akan menjadi musim panas terbaik. Kami akan membuatmu gila.”
Hermione mengerutkan bibirnya dan berusaha terlihat galak. Namun dia gagal.
“Aku heran, apa yang menahan Ginny?” Renung Hermione beberapa saat kemudian. “Aku harap Harry baik-baik saja.”
Ruangan itu mendadak hening dan masing-masing dari mereka merenungkan pernyataan tersebut. Tidak seperti biasanya Harry baik-baik saja. Dia masih hidup, tentu saja. Tetapi untuk menjadi baik-baik saja… well, Remus berpikir lagi, itu akan membutuhkan waktu sangat lama.
Muncul secercah kecil, pusaran hijau, dan Ginny Weasley berada di perapian.
“Oh, bagus!” jerit Hermione. “Keluarlah dari sana, kami harus membereskan kopermu sebelum Harry-”
Tetapi Ginny tidak bergerak dan terlihat sedikit terguncang. Dia menepiskan rambutnya dari matanya dan menggelengkan kepalanya.
“Ada apa, Ginny?” tanya Remus, melintasi ruangan dengan cepat. “Kamu baik-baik saja?”
“Bukan aku. Aku baik-baik saja,” Ginny menjawab dengan cepat. “Dan omong-omong, halo.” Dia tersenyum pada Remus dan melambai ke Sirius di belakangnya.
Sirius mendekati perapian dalam satu langkah. “Apakah ada yang salah pada Harry?” tuntutnya.
“Tidak-begini, biarkan aku keluar dan akan kuberitahu, kita harus memindahkan koperku. Harry mungkin datang.”
“Dia mungkin datang?”
“Sirius,” ucap Remus pelan, “Tolong, bisakah kamu bergeser, dan biarkan Ginny keluar dari perapian?”
Sirius mundur dengan enggan dan Ginny masuk ke dalam ruangan. Remus menggerakkan koper Ginny ke udara bersama koper Ron dan Hermione.
“Aku tidak ingin menakut-nakutimu atau apapun, Sirius,” ucap Ginny, mencari kursi dan mendudukinya, tampak kelelahan. Remus melihat mata Ginny yang memerah. ”Sebenarnya ada yang salah dengan Harry-well, tidak ada yang salah dengannya secara fisik-well.” Ginny berhenti, wajahnya mulai bersemu merah jambu. ”Kalian tahu apa yang ingin kukatakan.”
”Ya,” ucap Remus ramah. “Dia tidak dalam bahaya.”
Ginny menatapnya penuh rasa terima kasih. ”Benar. Tetapi dia tidak ingin masuk ke perapian.”
Semua orang saling memandang dan melihat kemabli ke arah Ginny.
“Apa?” tanya Ron, bangkit dari duduknya. ”Kenapa dia tidak mau masuk ke perapian?”
Ginny mendesah dan melihat ke arah Ron seolah dialah hal paling jelas di dunia. “Dia tidak ingin meninggalkan Hogwarts,” ucapnya dengan sabar. “Dia hanya tidak ingin melepasnya – bukannya dia tidak ingin berada di sini,” tambah Ginny cepat, memandang ke Sirius dan tersenyum. “Dia tidak sabar untuk menemuimu. Dia membawa kemana-mana surat yang kau kirimkan seminggu ini.”
Sirius tampak tersentuh.
“Hanya saja,” lanjut Ginny, memandang Hermione untuk meminta bantuan, “Dia…dia hanya…”
“Dia tidak ingin segalanya berakhir,” ucap Hermione pelan. Sekolah-” dia terdiam. “Dan dalam hal ini, perang.”
Ron memandang Hermione segera, matanya berkilat-kilat. ”Tidak ingin perang berakhir? Tentu saja dia ingin perang berakhir! Itu mengerikan! Kita semua ingin semuanya berakhir untuk-well-selamanya! Bahkan sejak kita mengenalnya! Dan sekarang semuanya sudah terjadi, dan kita punya kesempatan untuk melanjutkan hidup dan dia tidak ingin masuk ke dalam perapian jahanam itu? Well, sudah cukup. Aku akan kembali kesana, ” ucap Ron tegas, “dan membuatnya mau melakukannya.”
Ron melangkah ke arah perapian dan Remus bergerak untuk menghentikannya, tetapi Ginny lebih cepat. Dia menghalanginya secepat kilat. “Tidak, jangan,” Ron mendekat ke arah perapian dan Remus bergerak untuk menghentikannya, namun Ginny lebih cepat. Dia menghadang Ron seketika. "Tidak, jangan," dia memohon. “Tidak bisakah kita memberinya waktu beberapa menit? Lalu jika dia tidak ingin datang dalam waktu setengah jam atau lebih, seseorang pergi dapat membawanya kemari?”
“Akan kulakukan.” Sirius menepuk bahu Ron. Untuk pertama kalinya di hari itu Sirius terlihat sangat tenang dan rasional, dan Remus menatapnya dengan heran. “Biarkan dia sementara waktu, Ron. Semua ini tidak akan terjadi secara langsung. Merelakan-well, ini terjadi secara bertahap.” Sirus mendesah. “Percayalah padaku.”
Jelas Ron mempercayainya. Dia menjauh dari perapian dan duduk kembali dengan berat hati. Hermione menepuk pundaknya. Ginny menatap ke arah perapian. “Dia akan datang,” katanya pelan.
Ruang keluarga terasa sepi, kecuali terdengar suara Pigwidgeon, berkicau setiap kali Crookshanks mengitari sangkarnya.
“Hermione,” gumam Ron mengancam daat melihatnya.
“Mereka hanya bermain-main,” jawab Hermione dengan suara yang tidak ingin didebat. Ron menaikkan alisnya menyangkal tetapi tidak berkata apa-apa.
Sirius membungkuk di depan perapian dan mulai mengganggu Crookshanks. Remus memandangi mereka, tersenyum dalam hari-dia lupa bahwa Padfoot dan Crookshanks pernah berteman baik.
“Monster tua yang menakjubkan,” gumam Sirius, tesenyum saat dia membelai Crookshanks dari kepala ke ekor. Dan kemudian timbul kesunyian lagi, kecuali dengkuran Crookshanks. Ketika seperampat jam lagi berlalu, Sirius berdiri dan menatap Remus dengan tegang.
“Apa menurutmu aku harus pergi dan mengeceknya?”
“Itu ide bagus.”
“Kalau beigtu aku berangkat. Kalian makan siang dan menikmatinya-jangan repot-repot untuk menungguku.”
Mereka semua mengangguk, dan Sirius mengambil sejumput bubuk floo dari kotak di mantelnya. Dia hendak menaburkannya ketika aliran udara dan cahaya memerangkapnya, dan bubuk itu terjatuh ke atas karpet, terlupakan.
Harry Potter berdiri di perapian, kacamatanya miring dan rambut hitamnya mencuat kesana kemari.
“Hai, Sirius,” ucapnya sambil tersenyum, walaupun matanya terlihat serius. Dia keluar dari perapian dan berdiri di depan ayah walinya, meletakkan sangkar Hedwig perlahan dan mengulurkan tangannya. “Maaf sudah membuatmu menunggu seperti ini.”
Tetapi Sirius tidak peduli. Dia meraih tangan Harry dan menariknya tanpa peringatan ke dalam pelukan erat.
“Selamat datang di rumah,” ucapnya, berusaha berkata-kata. “Selamat datang di rumah, Harry.”
Melalui bahu Sirius, mereka semua dapat melihat wajah Harry. Matanya tertutup dan wajahnya sangat tegang sehingga otot-otot di wajahnya terlihat menonjol. Tetapi dia meraih tubuh Sirius dan balas memeluknya.
Remus tidak dapat menahan air matanya, dia seperti melihat James, dia melihat Hermione juga tampak berkaca-kaca, begitu juga Ron, walaupun tersenyum tetapi matanya terlihat memerah. Ginny tidak menangis namun matanya terpaku pada wajah Harry.
“Terima kasih,” gumam Harry setelah beberapa saat. Dia membuka mata dan menarik diri. Sirius menepuk bahunya dan menatapnya,
“Tuhan, kau tinggi.”
“Kau sudah melihatku seminggu lalu.”
”Aku tidak sempat memperhatikan.”
Harry mengangguk, begitu juga Remus, yang mengawasinya. Ada banyak hal yang terlupakan dalam beberapa tahun terakhir, dan ada banyak waktu untuk menebusnya. Harry berbalik dan memantrai kopernya keluar dari perapian menuju ke tumpukan koper lainnya. “Hai, Remus,” ucapnya, melangkah melewati Sirius dan menjabat tangan profesor lamanya tersebut.
Remus berharap air matanya tidak terlihat. Dia cukup yakin bahwa Harry punya mereka lebih dari cukup. “Halo, Harry. Senang melihatmu di sini.” Dia menunjuk ke semua yang ada di ruangan. “Sekarang kalian sudah berkumpul, bolehkah aku memulai tur?”
“Oh, tentu saja, aku suka untuk melihat semu-“ tetapi Hermione tidak bisa melanjutkan perkataannya.
“Apakah terlalu awal untuk makan siang?” Ron bertanya dengan tiba-tiba. “Bisakah kita melakukannya dan kemudian beristirahat?”
Remus tertawa. “Tentu saja. Dan sementara kita makan-” dia memandang ke arah Sirius dan tersenyum-”Mungkin kalian dapat memutuskan pengaturan tempat tidur.”
”Ah, ya.” Sirius mernyeringai balik ke arah Remus. “Dua orang untuk setiap kamar dan sisanya terserah kalian.”
Keempat remaja itu langsung terbengong-bengong. Sambil tertawa, Remus dan Sirius meninggalkan mereka yang saling berpandangan, dan meninggalkan koridor menuju dapur untuk mulai menyiapkan makan siang.
***

A/N: Terima kasih kepada semua yang mengulas cerita ini dan tidak pernah takut; perhatian yang Anda ungkapkan semuanya akan terjelaskan saat ceritanya terus berlanjut! Dan terima kasih juga kepada para Auror kami yang cantik, B Bennett, Cap'n Kathy, dan Moey. Kami tidak percaya kalian telah benar-benar membuat daftar Yahoo (http://groups.yahoo.com/group/AftertheEnd) untuk cerita ini dan kami berharap cerita kami akan terbukti layak untuk didiskusikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Rumah Cerita - Blogger Templates, - by Templates para novo blogger Displayed on lasik Singapore eye clinic.